SENDAWAR – Setelah panen ikan usai banjir, warga Kampung Muara Beloan, Kecamatan Muara Pahu, Kutai Barat (Kubar) panen bunga tegaron. Etnis Kutai menyebutnya tegaron. Etnis lain seperti Banjar menyebutnya tigarun atau tigaron.
Ratusan pohon tegaron tumbuh bebas di kawasan rawa di Kampung Muara Beloan. Hampir tak ada nilainya. Mungkin tidak ada inisiatif yang memanennya. Lantas menjual ke pasar-pasar di pusat kecamatan atau pasar ibu kota kabupaten.
Bunga tegaron merupakan sayuran warisan leluhur yang bisa dibuat lalapan. Jika diolah ahli kuliner tentu menjadi hidangan yang menggiurkan. Rasanya sedikit pahit. Mirip daun pepaya.
Namun, bunga tegaron jika dikunyah ada rasa khas. Apalagi disatukan dengan sambal terasi. Jika diolah khusus, bisa bertahan 7–10 hari. Bisa dikonsumsi lebih lama dan nikmat.
"Sederhananya, bunga tigarun (tegaron), setelah dipetik lalu dibersihkan. Kemudian direndam dengan air hangat. Setelah beberapa jam, bisa dikonsumsi," kata Vherra Solita, ketua TP PKK Kampung Muara Beloan.
Ada juga cara lain mengolahnya, saat disiram air panas ditambahkan garam secukupnya. Kemudian ditambahkan lagi air jeruk nipis. "Semuanya kembali pada selera," terangnya.
Bunga tegaron, sebenarnya sayuran yang sangat digemari warga, khususnya etnis Kutai. “Juga menjadi makanan favorit saudara kita dari Banjar atau Kalimantan Selatan,” ujarnya.
Dia berharap, para ilmuwan kesehatan bisa meneliti khasiat mengonsumsi bunga tegaron. "Saya kira bunga tegaron memiliki khasiat bagi kesehatan. Tak ada bedanya lalapan daun pepaya," ucapnya. (rud/kri/k16)