Di tengah gempuran wabah virus corona, banyak pemangkasan anggaran di pemerintahan. Sementara proyek pembangunan di Kutim terus berjalan. Tak dimungkiri, hal itu bisa menjadi potensi penambahan utang.
SANGATTA–Pandemi Covid-19 memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Meski Peraturan Presiden (Perpres) No 78/2019 tentang Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa telah disahkan, APBD Kutim 2020 Rp 3,6 triliun. Terhitung Maret, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 35/2020 tentang Perubahan Postur Belanja Negara memaksa pemda melakukan pemangkasan anggaran belanja jasa dan modal hingga 50 persen.
“Pendapatan menjadi Rp 2,99 triliun. Penurunan pendapatan Rp 630 miliar. PMK itu berdasar keputusan bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)," ujar Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kutim Musyaffa.
Rasionalisasi tersebut jelas berdampak bagi pembangunan di Kutim. Terlebih pemda seluruh Indonesia diminta memangkas anggaran. "Makanya Pak Sekda (Irawansyah) mengeluarkan surat pemangkasan anggaran," ungkapnya.
Kendati terjadi pemangkasan dana transfer dari pusat, Bupati Kutim Ismunandar tetap mengambil kebijakan, tidak ada pemangkasan belanja barang jasa dan modal. Keputusan tersebut dibuat pada 16 Juni lalu. "Surat itu menganulir surat sekda yang memangkas 50 persen anggaran kegiatan organisasi perangkat daerah (OPD)," sebutnya.
Engan demikian, semua OPD dapat melaksanakan kegiatan kontrak sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2020. Namun, pembayaran ditunda. Kalau ada anggaran akan dibayarkan setengah di APBD perubahan. "Kalau tidak, akan jadi utang untuk 2021. Yang jelas, kalau duitnya cukup dibayar penuh," katanya.
Sementara utang tersebut sangat memungkinkan dibayar Februari tahun depan. Apalagi anggaran triwulan pertama akan ditransfer 20 persen melalui dana bagi hasil (DBH). "Kontraktor diberi pilihan. Lanjut silakan, risiko jadi utang. Yang jelas Pak Ismunandar ingin pembayaran diupayakan tahun ini," jelasnya.
Jika kontraktor ingin mengundurkan diri pun tak masalah. Namun, dengan catatan, kontrak itu dibuat sebelum surat sekda terbit. Kalau kontrak dibuat setelah surat sekda terbit tidak boleh. "Yang jelas tidak ada penghentian pekerjaan. Kami berupaya memaksimalkan semuanya," terangnya.
Sementara itu, pembahasan APBD-P belum dilakukan. Seharusnya, beberapa bulan ke depan sudah bisa. Namun, pihaknya masih menunggu perpres yang dikeluarkan pemerintah pusat. Apabila perpres tak juga terbit, pihaknya akan menggunakan PMK 35/2020 tentang Perubahan Postur Belanja Negara. "Itu pilihan terakhir. Semoga perpres yang terbit bagus bagi APBD-P," harapnya.
Dia tak menampik, rasionalisasi pendapatan sedang anjlok. Terlebih banyak hotel yang tutup. Meski sekarang ada yang kembali beroperasi, pengusaha memberikan diskon bagi pengunjung hingga 50 persen.
"Otomatis setoran PAD berkurang, makanya belum bisa menentukan nilai untuk APBD-P. Namun, proyeksi pendapatan turun hingga 30 persen. Bankeu saja dipotong 50 persen," pungkasnya. (dq/dra/k16)