Persidangan kasus korupsi di tubuh Perusda AUJ memasuki babak akhir. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda menjatuhkan vonis 6 tahun penjara bagi terdakwa Dandi Priyo Anggono.
BONTANG - Hakim Ketua Agung Sulistiyono menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas kasus ini. Hukuman ini lebih ringan dibandingkan tuntutan dari jaksa penuntut umum, yakni pidana penjara selama 8,5 tahun.
“Melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata Agung dalam jalannya proses persidangan melalui video telekonferensi, Rabu (1/7).
Terdakwa diputuskan harus membayar denda Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak terbayarkan diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Selain itu, terdakwa yang merupakan mantan dirut Perusda AUJ ini wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp 3,7 miliar. Dengan durasi maksimal satu bulan setelah putusan inkrah. Jika tidak dibayar, harta benda bakal disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti itu.
“Namun, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, diganti pidana penjara selama 4 tahun 3 bulan,” ucapnya.
Hakim pun memutuskan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Tak hanya itu, hakim menyatakan terdakwa tetap ditahan. Berkenaan dengan alat bukti ditetapkan dikembalikan ke penuntut umum untuk digunakan dalam penanganan perkara lain.
Sementara itu, hakim Arwin Kusmanta saat membaca berkas putusan menyatakan terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang direvisi pada UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. “Dakwaan prinernya telah terpenuhi,” kata Arwin.
Terdakwa dipandang perbuatannya tidak sesuai dengan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu, dalam aksinya, terdakwa bertentangan dengan UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan Perda 20/2001 tentang Pembentukan Perusda AUJ.
Hakim menjelaskan, terdakwa telah memperkaya diri dengan memerintahkan pembayaran pengaspalan lahan parkir fiktif sebesar Rp 149 juta dan menyalahgunakan dana deposito sebagai jaminan terhadap pinjaman pribadi di PT BPR Bontang Sejahtera sejumlah Rp 1 miliar.
Tak hanya itu, terdakwa mengambil uang di kas perusda maupun kas anak perusahaan untuk kepentingan pribadi. Meliputi kas Perusda AUJ sejumlah Rp 1,1 miliar, PT Bontang Investindo Karya Mandiri (BIKM) Rp 419 juta, piutang macet pada PT Bontang Karya Utamindo (BKU) Rp 30 juta.
Unsur merugikan negara pun dikatakan JPU telah terpenuhi. Sebab, auditor BPKP mencatat ada kerugian keuangan negara senilai Rp 8 miliar. Baik dilakukan oleh terdakwa maupun bersama delapan nama.
Perinciannya ialah 3 orang di jajaran mantan direksi Perusda AUJ, 4 mantan pimpinan anak perusahaan, dan 1 rekanan. Tiga mantan direksi ialah DS menjabat sebagai konsultan Perusda AUJ saat itu, mantan general manager ATW, dan mantan kabag Keuangan dan akuntansi IG.
Sementara empat pimpinan anak perusahaan, yakni AMA selaku mantan direktur PT Bontang Transport, mantan direktur PT BPR Bontang Sejahtera YL, mantan direktur PT Bontang Karya Utamindo (BKU) LS, dan YI, mantan direktur Bontang Investindo Karya Mandiri (BIKM). Sementara satu rekanan kerja ialah AM, direktur CV Cendana.