SAMARINDA–Pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tepian dinilai para penghuni DPRD Samarinda terlalu stagnan. Tiga tahun terakhir, pemasukan langsung yang bisa diraup pemerintah lewat pajak daerah dan retribusi hanya berkisar Rp 450–500 miliar per tahunnya.
Panitia khusus (pansus) dibentuk untuk menyisir mengapa PAD begitu konstan. Padahal, terlepas dari pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Samarinda terus tumbuh. “Logikanya, ekonomi tumbuh otomatis akan menambah peluang mana saja potensi pajak atau retribusi yang bisa diraup. Realitasnya, kok pendapatan diangka itu melulu,” ungkap Ketua DPRD Samarinda Siswadi, (26/6).
Itu tentu menyiratkan adanya kendala dalam proses pemungutan pendapatan daerah. Bisa dari instansi teknis atau kendala di lapangan. Pansus PAD dan aset akan bekerja untuk menelaah apa yang menjadi aral menyumbat pertumbuhan PAD. Politikus banteng moncong putih itu menyebut, masalah PAD ini tetap muncul dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Kaltim dengan catatan yang selalu sama. “Audit pasti menyebutkan belum maksimal menarik potensi pendapatan. Baik pajak atau retribusi,” sambungnya.
Jika mengomparasikan APBD Kota Tepian dan Balikpapan, PAD kedua kota di Kaltim, terdapat ketimpangan. Samarinda tertahan di angka sekitar Rp 500 miliar. Sementara Balikpapan, meski pelan, PAD-nya terus tumbuh dan kini berada sekitar Rp 700–750 miliar. Retribusi parkir tentu jadi sektor yang paling disoroti pansus yang langsung dikomandoi Anhar, anggota Komisi III tersebut. “Itu untuk secara umum ya, terlepas dari pandemi,” tegasnya.
Tak hanya soal uang yang dipungut, pansus bakal menyoroti sejauh mana peredaran aset pemerintah. Mengingat, ada saja aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga. “Kalau dikerjasamakan tentunya ada pendapatan dong. Makanya masih berkaitan,” ucapnya.
Pansus akan bekerja selama dua bulan untuk menelaah urusan PAD dan aset tersebut. “Masa kerjanya bisa diperpanjang jika dirasa perlu,” singkatnya. (ryu/dra/k8)