Tim Pusat Kini Fokus Atasi Jatim

- Senin, 22 Juni 2020 | 18:07 WIB

JURU Bicara Pemerintah Achmad Yurianto menyatakan, penanganan Covid-19 tidak merata di seluruh provinsi, tapi berfokus pada beberapa provinsi yang menghadapi pertumbuhan kasus tinggi. ’’Saat ini teman-teman fokus di Jatim,” tegas Yuri dalam diskusi bertema Jumlah Testing Per 1 Juta Penduduk di gedung BNPB, Sabtu (20/6).

Menurut Yuri, arahan dari presiden adalah testing dan contact tracing secara masif dan agresif. Yang dimaksud masif tidak sama dengan tes secara masal. Performa testing secara masif itu tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah orang yang dites. Namun, seberapa cepat dan agresif pengetesan dilakukan kepada kontak dekat pasien konfirmasi positif dalam 14 hari terakhir. ’’Kalau tes masal ya berarti siapa pun bisa saja datang, lalu dites,” jelasnya.

Konsekuensinya, lanjut Yuri, angka persentase testing akan jomplang di tiap-tiap provinsi. Yuri mencontohkan, DKI Jakarta yang sampai periode akhir Juni ini mencatatkan lebih dari 18.000 tes PCR per 1 juta penduduk.

Sementara itu, menurut data dari Kementerian Kesehatan, jumlah testing di provinsi-provinsi lain tidak sebanyak Jakarta. Misalnya, Sulawesi Barat yang hanya 188 tes per 1 juta penduduk dan Jambi yang hanya 90 tes per 1 juta penduduk.

”Kalau Indonesia secara keseluruhan, kita masih berada di angka 2.095 (per 1 juta penduduk, Red). Tapi, di DKI hampir 18 ribu. Bisa dibandingkan dengan Jepang 2 ribu sekian dan Thailand 6 ribu sekian. Korea Selatan (yang terhitung bagus, Red) ada di 22 ribu sekian, jadi kita tidak terlalu jauh,” kata Yuri. Tidak dijelaskan mengapa Yuri membandingkan DKI Jakarta yang merupakan provinsi dengan Jepang, Korea Selatan, dan Thailand yang berbentuk negara. 

Lebih lanjut, Yuri menegaskan, testing tersebut bukan persoalan banyak-banyakan. Tidak seperti perlombaan meraih medali dalam sebuah olimpiade. Tes secara masif dituntun oleh contact tracing. Jadi, semua kasus yang dicurigai melakukan kontak dekat dengan pasien konfirmasi positif merupakan sasaran utama tes antigen (PCR/TCM). ”Ini untuk mencari dan mengisolasi agar tidak terjadi sumber penularan dalam komunitasnya. Ini namanya masif. Kalau masal, siapa pun yang datang kita ambil sampelnya dan dites,” jelasnya.

Selain itu, Yuri mengungkapkan, harus dipahami bahwa tes bukan hanya untuk orang yang sakit alias memiliki keluhan. Sebab, berdasar data, 70 persen kasus positif terjadi pada mereka dengan keluhan yang minimal. Pada masyarakat kebanyakan, keluhan ringan itu dipersepsikan bahwa yang bersangkutan sedang tidak sakit. ”Bisa saja dia merasa, saya batuk tapi jarang-jarang. Saya panas tapi tidak tinggi-tinggi amat. Jadi, tes itu kepentingannya dalam rangka menemukan sumber infeksi dari masyarakat, lalu follow-up-nya isolasi. Kemudian bagaimana masyarakat harus merespons dengan adanya kasus positif yang ada di sekitarnya,” bebernya.

Kecepatan tes di tiap-tiap daerah, kata Yuri, sangat berbeda. Bergantung gambaran epidemiologis di daerah tersebut. ”Tidak bisa kita generalisasi dari Sabang sampai Merauke. Tiap provinsi berbeda kecenderungannya,” jelasnya. (tau/c7/oni) 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X