Skenario Sangat Berat, Pertumbuhan Diproyeksi Minus

- Jumat, 19 Juni 2020 | 11:47 WIB
ilustrasi ekspor impor
ilustrasi ekspor impor

JAKARTA– Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi akan tertekan. Pemerintah pun meramal pertumbuhan ekonomi bergerak ke skenario sangat berat. Seperti diketahui, pemerintah telah membuat dua skenario untuk pertumbuhan ekonomi yakni berat dan sangat berat. Untuk skenario berat, pertumbuhan ekonomi diproyeksi masih tumbuh 2,3 persen. Sementara untuk skenario sangat berat, pertumbuhan ekonomi diproyeksi mencapai -0,4 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menuturkan, proyeksi sangat berat itu berdasarkan pertimbangan dampak Covid-19 yang menekan aktivitas ekonomi. ‘’Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I hanya 2,97 persen, ini menunjukkan koreksi aktivitas ekonomi dan mengindikasikan tekanan berat sepanjang 2020. Ekonomi terancam bergerak dari skenario berat menjadi sangat berat,’’ ujarnya pada video conference di Jakarta  (17/6).

Dengan pemburukan itu, penanganan pandemi harus diperluat. Sehingga, pemulihan ekonomi nasional diharapkan bisa berjalan dengan kebijakan yang cepat dan besaran anggaran yang besar. ‘’Apa yang kita lakukan di 2020 ini akan menentukan di 2021 bagaimana pemulihannya,’’ imbuhnya.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menuturkan, kuartal II menjadi momen terberat bagi ekonomi dalam negeri. Untuk kuartal II 2020, Ani memproyeksi pertumbuhan ekonomi berada di level -3,1 persen.

Proyeksi itu didasarkan pada kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah yang membuat daya beli masyarakat menjadi tertekan. Penerimaan pajak seluruh sektor pun terpukul. ‘’Dinamika per bulan sudah menunjukkan, mengkonfirmasi, Mei adalah bulan di mana pukulan terberat dialami seluruh sektor,’’ tuturnya.

Ke depan, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu berharap agar ekonomi di kuartal III dan IV 2020 bisa mulai pulih agar ekonomi tak masuk jurang resesi. Pemerintah pun masih menetapkan target pertumbuhan didasarkan pada skenario berat dan sangat berat.

Terpisah, Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia -3,4 persen pada kuartal II. Angka tersebut lebih dalam daripada proyeksi pemerintah, yakni -3,1 persen. PSBB yang masif di tanah air menekan aktivitas ekonomi sejak April hingga Juni.

”Ekspektasi  kami, kuartal II adalah yang relatif paling dalam,” kata Andry dalam diskusi virtual Mandiri Economic Outlook 2020. Menurut dia, situasi tersebut tidak hanya dialami Indonesia. Perekonomian global secara umum masih menghadapi kemungkinan resesi. ”Indonesia tantangannya masih di first wave, tapi di negara lain sudah masuk second wave kembali menghambat,” bebernya.

Andry menuturkan, perekonomian nasional masih berpeluang untuk cepat pulih di kuartal IV. Begitu pula, jika pelonggaran PSBB yang mulai dilakukan berbagai daerah atau yang biasa disebut transisi new normal. Meski begitu, dengan catatan tidak ada gelombang kedua pandemi Covid-19.

”Jika terjadi second wave akan perburuk situasi dan pemulihan ekonomi domestik lebih panjang,” tandasnya. Maka dari itu, kata Andry, keberhasilan masa transisi new normal merupakan kunci utama. Masyarakat harus mematuhi protokol kesehatan. Dengan demikian, tidak aka ada outbreak gelombang kedua seperti di Beijing, Tiongkok.

Pernyataan senada juga disampaikan ekonom Bank Permata Josua Pardede. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi berpotensi terkontraksi lebih signifikan dibanding kuartal I. Yakni, berkisar 2 sampai 3 persen. Indikasinya dilihat dari Indeks Keyakinan Konsumen pada bulan Mei, penjualan eceran, hingga penjualan otomotif yang mengalami penurunan.

Josua menilai, pemerintah perlu mempercepat realisasi anggaran belanja secara khusus. Selain itu, Bank Indonesia berpotensi memangkas kembali tingkat suku bunga acuan untuk kebijakan jangka pendek. Dengan tujuan, untuk mempercepat transmisi stimulus fiskal.

Dari sisi fiskal, refocusing dan realokasi anggaran perlu menitikberatkan pada penanganan Covid-19. Artinya, penghematan belanja pemerintah pusat perlu ditingkatkan kembali. ”Sehingga, sisi permintaan, khususnya konsumsi rumah tangga, dapat dipertahankan daya belinya agar pertumbuhan ekonomi tetap positif,” terangnya melalui pesan singkat.

Dari sisi produksi, penurunan kinerja sektor manufaktur mengindikasikan bahwa kegiatan produksi terdisrupsi oleh Covid-19. Mengingat, sebagian besar negara di dunia, termasuk Tiongkok, memberlakukan lockdown yang menggangu pasokan bahan baku produksi manufaktur nasional.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X