Antara New Normal, Hoaks, dan Budaya

- Jumat, 19 Juni 2020 | 11:04 WIB

Oleh: Aries Utomo, MPd

(Dosen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman)

New normal atau dikenal dalam bahasa Indonesia dengan kenormalan baru adalah kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk mempercepat pemulihan sosial-ekonomi maupun kesehatan akibat penyebaran wabah Covid-19. Kebijakan ini berlaku sejak awal Juni dengan mulai membuka kembali rumah-rumah ibadah, aktivitas jual-beli di pasar maupun mal, serta kegiatan perkantoran. Dengan tetap memberlakukan protokol kesehatan yang ketat.

Sebagai akademisi yang hidup dan berbaur di tengah masyarakat, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab moral untuk turut memberi informasi yang jelas terkait hal tersebut. Agar masyarakat bisa memahami dan tidak salah menerima informasi yang beredar selama ini.

Jika kita melihat dari berita-berita tentang Covid-19, penyebaran berita bohong atau hoaks tentang Covid-19 justru lebih banyak dibandingkan berita yang benar tentang virus tersebut di media sosial. Membuat masyarakat terpengaruh dan resah. Ditambah lagi, kemampuan menyaring informasi yang juga masih minim, membuat berita-berita hoaks lebih dipercaya dan beredar begitu cepat.

Tentunya, hal ini harus menjadi perhatian bersama. Untuk meminimalisasi berita palsu yang hanya meresahkan. Saya rasa perlu ada kerja sama komprehensif dan kontrol sosial baik di dunia maya maupun di masyarakat. Beri pemahaman dan edukasi agar masyarakat bisa memahami apa dan bagaimana Covid-19 itu. 

Bagaimana jika dikaitkan dengan budaya? Tentu saja ada kaitannya. Ada banyak perubahan dalam ranah budaya. Kita bisa melihat dari salah satu contoh kecil, seperti budaya bersalaman dengan tangan kanan secara langsung. Namun, sekarang harus bersalaman tanpa bersentuhan.

Contoh lain, jika kita biasa keluar rumah untuk berbelanja di pasar atau supermarket yang biasanya tanpa menggunakan masker atau sarung tangan, sekarang harus menggunakan masker dan sarung tangan. Selain itu, sebagian besar masyarakat yang biasa bekerja dan sibuk di kantor mulai pagi hingga sore, untuk sementara waktu bekerja dari rumah.

Tentunya ada hal positif yang didapatkan dari contoh-contoh tersebut. Kita bisa memiliki banyak waktu bersama keluarga. Perubahan ini secara tidak langsung juga mengajarkan kepada kita bahwa pentingnya membudayakan hidup sehat dan bersih.

Selain itu, budaya komunikasi pun mengalami disrupsi. Biasanya kita berkomunikasi secara langsung dan tatap muka, sekarang harus lebih banyak secara virtual. Memanfaatkan aplikasi-aplikasi konferensi yang ada. Kalaupun harus berkomunikasi langsung, kita harus saling menjaga jarak dan menggunakan masker.

Antara new normal, hoaks, dan budaya saling berkaitan erat. Perubahan pada era new normal ini tidak bisa hilang serta-merta dalam waktu yang singkat. Perlu waktu dan kedisiplinan.

Menurut saya, untuk mencegah dini infeksi virus tersebut perlu gotong royong mengingatkan potensi bahaya Covid-19 ini, tetap waspada, ikuti anjuran pemerintah, berpikir positif, dan optimistis. (***/dwi/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X