Pandemi Covid-19 membuat pembelajaran di sekolah terhenti. Siswa diminta belajar dari rumah secara daring. Tapi, tak semuanya bisa mengakses internet. Guru di Sumenep ini memutuskan mengunjungi mereka satu persatu. Setiap hari, kecuali hari libur.
M. HILMI SETIAWAN, Jakarta, Jawa Pos
Hampir sama dengan sekolah-sekolah lain di seluruh negeri ini, sejak 16 Maret lalu proses belajar-mengajar di SDN Batuputih Laok III, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, berhenti. Pertemuan tatap muka dihindari untuk mencegah penularan Covid-19. Para siswa belajar dari rumah dengan mengandalkan pertemuan secara daring (dalam jaringan).
Salah seorang guru SDN Batuputih Laok III itu adalah Avan Fathurrahman. Sekitar sepekan proses belajar dari rumah berjalan, dia menelepon orang tua murid. ’’Saya minta tugas difoto untuk dikirim melalui WhatsApp,’’ katanya Jumat (12/6).
Ternyata hampir seluruh orang tua tidak punya telepon pintar. Para orang tua yang kebanyakan buruh tani itu hanya punya telepon genggam sederhana. Belum dilengkapi jaringan internet. Tak sedikit di antara mereka yang tak tahu apa itu WhatsApp.
Tanpa mengurangi rasa hormat, Avan mengatakan, sebagian besar orang tua muridnya tersebut kurang begitu mengikuti perkembangan teknologi. Wali kelas VI itu segera menyadari, sekolah daring tidak bisa diterapkan.
Namun, guru lulusan STKIP PGRI Sumenep tersebut tak mau muridnya ketinggalan pelajaran. Dia memutuskan berkunjung ke rumah siswa. Jarak rumah Avan ke sekolah sekitar 20 km. Dalam kondisi normal, dia kerap menginap di rumah dinas milik sekolah kalau sedang kelelahan pulang-pergi.
Sementara itu, jarak rumah siswa dari sekolah sekitar 1–2 km. Guru berusia 40 tahun tersebut menuturkan, total murid di sekolahnya 19 anak. Sendiri, dia mendatangi rumah semua siswa dari berbagai kelas itu. ”Guru lain berstatus honorer. Kasihan kalau mereka harus ikut muter-muter, keluar ongkos besar,” katanya.
Awal-awal cuaca sedang sering hujan. Dalam kondisi seperti itu, sehari dia hanya bisa berkunjung ke rumah lima sampai enam murid. Avan menceritakan, akses ke rumah siswa cukup sulit jika hujan turun. ’’Jalannya becek dan licin,’’ jelasnya.
Motor tidak bisa berjalan sampai di depan rumah siswa. Harus dititipkan di rumah warga lain yang ada di pinggir jalan. Baru kemudian dia berjalan kaki menuju rumah muridnya.
Murid Avan, antara lain, Wardah, siswi kelas III, dan Moh. Dayat, siswa kelas IV. Keduanya saudara sepupu. Rumahnya jadi satu. Proses belajar dilakukan sekaligus di langgar keluarga.
Pria yang menjadi guru PNS sejak 2010 itu menuturkan, proses belajar tidak monoton. Kadang dia selingi dengan dongeng. Supaya lebih menarik, Avan membawa boneka. Cerita-cerita yang dia bawakan umumnya menanamkan karakter.