Juli, Sekolah Kembali Dibuka, Dimulai dari SMA, Khusus Daerah dari Zona Hijau

- Selasa, 16 Juni 2020 | 22:36 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA–Kepastian soal pembukaan sekolah akhirnya terjawab. Pemerintah memperbolehkan sekolah kembali dibuka. Tapi, hanya untuk satuan pendidikan di wilayah zona hijau.

Dimulainya aktivitas belajar-mengajar secara tatap muka ini dapat dilakukan paling cepat pertengahan Juli 2020. Hal itu sejalan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memastikan tak ada perubahan kalender akademik pada masa pandemi Covid-19 saat ini.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan, proses pengambilan keputusan itu dilakukan secara sangat ketat dengan persyaratan berlapis. Sebab, kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, serta masyarakat tetap jadi prioritas.

Maka, hanya sekolah di zona hijau yang diperkenankan untuk dibuka. Itu pun dengan sejumlah syarat. Sementara itu, untuk sekolah di daerah zona kuning, oranye, dan merah dilarang keras melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Seluruhnya wajib melanjutkan belajar dari rumah.

Pertimbangan lainnya ialah soal jumlah peserta didik. Di zona hijau, jumlah peserta didik hanya sekitar 6 persen. Sedangkan, 94 persen sisanya berada di zona kuning, oranye, dan merah di 429 kabupaten/kota.

“Relaksasi dalam pembukaan itu dilakukan dengan cara yang paling konservatif. Artinya, ini merupakan cara terpelan membuka sekolah sehingga keamanan itu diprioritaskan,” tuturnya dalam konferensi pers dengan tema Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19, (15/6).

Sejumlah kriteria lain pun telah ditetapkan. Bukan hanya ketentuan berada di zona hijau saja, dimulainya aktivitas belajar-mengajar di sekolah ini juga harus mendapat persetujuan pemerintah daerah (pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama (Kemenag).

Lalu, satuan pendidikan sudah terlebih dahulu memenuhi semua checklist terkait persiapan pembelajaran tatap muka dan protokol kesehatan yang ditetapkan. Di antaranya, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan, punya thermo gun, kesiapan menerapkan area wajib masker kain, hingga kesepakatan bersama komite satuan terkait diselenggarakannya pembelajaran tatap muka.

Saat seluruh persyaratan tersebut dipenuhi, sekolah boleh dibuka kembali. Tapi, perlu digarisbawahi jika pihak sekolah tidak bisa memaksa muridnya datang ke sekolah. Jika wali murid ternyata tidak mengizinkan anaknya karena merasa tak nyaman, murid diperbolehkan belajar dari rumah. ”Jadi keputusan akhir bahwa peserta didik masuk sekolah apa tidak ada di tangan orangtua. Sekolah tidak bisa memaksa,” tegasnya.

Lebih jauh, mantan bos Go-Jek itu menyampaikan, pembukaan sekolah di zona hijau akan dilaksanakan bertahap. Urutan pertama yang diperbolehkan pembelajaran tatap muka adalah pendidikan tingkat atas dan sederajat. Artinya, hanya SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, Paket B yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka pada bulan pertama.

Kemudian, tahap kedua dilaksanakan dua bulan setelah tahap I. Pada tahap ini, jenjang SD, MI, Paket A dan SLB baru dibolehkan untuk beraktivitas kembali di sekolah. Jika dua bulan setelah tahap kedua kondisi tetap aman, maka dapat dilanjutkan ke tahap III, untuk tingkat PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) dan non-formal.

Nadiem mengatakan, tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau ini berdasarkan pertimbangan kemampuan peserta didik dalam menerapkan protokol kesehatan. ”PAUD paling terakhir, di bulan kelima. Jenjang itu paling terakhir karena dinilai paling susah dalam penerapan social distancing,” jelasnya.

Walaupun sudah bisa masuk sekolah, kapasitas siswa akan tetap dibatasi. Maksimal 50 persen dari jumlah siswa atau sekitar 18 anak per kelas. Dengan kata lain, sekolah harus melakukan shifting.

Terkait pengaturan ini, Kemendikbud memberikan kebebasan penuh pada satuan pendidikan untuk menentukan polanya. “Maksimal 50 persen selama dua bulan pertama. setelah itu baru boleh new normal, lebih banyak peserta yang boleh masuk sekolah,” papar alumnus Harvard University tersebut.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X