Perhotelan Masih Butuh Relaksasi, Tunggu Diskon Listrik dan Keringanan Pajak

- Senin, 15 Juni 2020 | 11:18 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Masa pandemi Covid-19 menyebabkan tingkat okupansi hotel di Kota Minyak jatuh. Kondisi ini mengakibatkan kerugian hingga ratusan juta rupiah tiap bulannya. Di lain sisi, stimulus atau keringanan bagi industri ini belum dirasakan hingga sekarang.

 

BALIKPAPAN – Meski telah memberikan pelonggaran aktivitas sosial kepada masyarakat, pemerintah daerah diminta tetap memberikan stimulus bagi sektor-sektor usaha yang terdampak penyebaran virus corona. Sebab, mereka tidak bisa langsung bangkit dan masih perlu bantuan dari pemerintah.

Director Operation Platinum Indonesia Soegianto mengatakan, selama masa pandemi yang terhitung sejak Maret lalu pihaknya tetap membuka layanan kamar. Namun, beberapa efisiensi tidak terelakkan lantaran okupansi yang rendah. “Layanan kamar tetap kami buka, tapi okupansi sangat kecil. Bahkan 10 persen saja mungkin tidak sampai,” ucapnya.

Pria yang hobi golf ini menjelaskan, rendahnya okupansi sangat memberatkan. Sebab, setiap bulannya biaya yang wajib dikeluarkan tidak berubah. Selain gaji karyawan, mereka juga harus membayar tagihan listrik. Dalam satu kali tagihan atau per bulannya, dia menyebut perhotelan harus membayar hingga ratusan juta rupiah.

“Listrik saja kami harus membayar sekitar Rp 150-200 juta. Pemasukan kecil, yang dibayar tetap. Kami sebenarnya ingin relaksasi, seperti pajak dan diskon listrik. Faktanya hingga sekarang tidak ada stimulus yang kami rasakan,” terangnya.

Menurutnya, pemerintah harus memerhatikan sektor perhotelan atau pariwisata. Pasalnya, sektor ini paling terdampak, namun relaksasinya atau keringanannya minim. Bahkan tidak dirasa. Berlakunya pelonggaran aktivitas di luar rumah atau new normal disebutnya memberi harapan kecil bagi perhotelan. Ia dan rekan-rekan berharap, okupansi dan kegiatan di hotel bisa berjalan.

“Meski belum 100 persen normal, tapi kami berharap aktivitas di hotel bisa meningkat dan mengurangi beban kami. Utamanya soal listrik. Tidak ada diskon, pemerintah pusat harus melihat itu,” bebernya.

Terpisah, General Manager Blue Sky Hotel Balikpapan Novriwendi Rosman Tamin mengatakan, pada masa awal pandemi pihaknya sudah memutuskan untuk tidak beroperasi. Tapi, tetap ada beban yang dibayar per bulannya.

“Per bulan kami harus mengeluarkan hampir Rp 1 miliar. Total mungkin sekitar Rp 800 juta. Itu biaya gaji, listrik dan lainnya. Kami berharap ada diskon dari listrik dan keringanan pajak. Tapi, semua itu mental. Listrik tidak ada diskon dan pajak hanya ditunda. Ya tidak ada bantuan bagi kami sektor perhotelan,” terangnya.

Memasuki masa new normal disebutnya belum bisa mendongkrak pendapatan. Sementara itu beban yang dibayar tetap, tidak ada pengurangan. “Ya kami hanya bisa berusaha mencari pendapatan semaksimal mungkin,” tutupnya. (aji/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X