Wisata Gunung Kelud Ditutup, Buah Nanas Banyak Tak Laku

- Sabtu, 13 Juni 2020 | 11:36 WIB
Penutupan kawasan wisata Gunung Kelud karena pandemi korona mengakibatkan beberapa sentra penjualan oleh-oleh menurun. Termasuk buah nanas yang merupakan hasil perkebunan utama di Kecamatan Ngancar.
Penutupan kawasan wisata Gunung Kelud karena pandemi korona mengakibatkan beberapa sentra penjualan oleh-oleh menurun. Termasuk buah nanas yang merupakan hasil perkebunan utama di Kecamatan Ngancar.

KABUPATEN– Penutupan kawasan wisata Gunung Kelud karena pandemi korona mengakibatkan beberapa sentra penjualan oleh-oleh menurun. Termasuk buah nanas yang merupakan hasil perkebunan utama di Kecamatan Ngancar.

Omzet penjualan komoditas ini merosot. Kemarin (12/6) pedagang nanas di daerah tersebut hanya bisa pasrah kendati sempat dijanjikan mendapat bantuan. Nyatanya tak kunjung datang.

Menurut Sunik, 47, salah satu pedagang nanas di lereng Gunung Kelud, selama pandemi penghasilannya menurun lebih dari 50 persen. Hal tersebut karena tempat wisata ditutup. Hingga kemarin pun belum ada kepastian kapan dibukanya kawasan wisata andalan Kabupaten Kediri itu.

Padahal banyak pengunjung yang putar balik begitu tiba di sana. Pun begitu, tidak banyak wisatawan yang mampir ke lapaknya. “ Saya hanya bisa sabar dan pasrah aja sama keaadaan Mas,” kata warga Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar ini.

Sunik mengaku, hanya dapat pemasukan Rp 50 ribu sehari. Padahal biasanya, ia bisa meraup pendapatan hingga lebih dari Rp 100 ribu. “Sekarang sedang sepi,” ujar ibu empat anak tersebut.

Sunik juga menceritkan, setelah Lebaran lapak nanas miliknya ramai pembeli. Itu karena wisatawan yang membeli oleh-oleh setelah dari Gunung Kelud. Sudah tiga bulan dia hanya datang pagi ke lapaknya dan pulang hingga Magrib yang kadang dengan tangan hampa. Namun sumber pemasukan dari keluarganya hanya dari penjualan nanas.

Nanas yang Sunik jual masih tertata rapi dilapaknya. Ada yang digantungkan dan juga diletakkan di meja. Untuk nanas madu dia jual seharga Rp 20 ribu per ikat. Sedangkan nanas lokal berkisar Rp 15 ribu dan nanas yang sudah dikupas Rp 7 ribu. “Ketika pandemi seperti ini pembelinya sering mengambil nanas yang telah dikupas,” katanya.

Perempuan yang sudah lima tahun berdagang nanas ini mengatakan, sempat didatangi oleh perangkat desa. Hal itu untuk kepentingan pemberian bantuan, dengan jaminan fotokopi kartu identitas. Tetapi sampai kemarin, dia dan pedagang yang lain tidak kunjung menerima bantuan yang dijanjikan.

Hal serupa juga dirasakan Peni, 45, pedagang nanas grosir, yang mendirikan lapak di teras rumahnya. Dia juga tidak menerima bantuan tersebut. Meskipun rumahnya terlihat sederhana, Peni mengaku terkena dampak korona. Karena penjualan nanasnya juga menurun.

“Ya gini Mas meskipun saya jualnya kebanyakan grosir. Tetapi wisatawan Gunung Kelud juga datang ke rumah saya naksir nanas madu dan lokal,” jelas perempuan yang kemarin memakai kerudung merah.

Tumpukan nanas tertata di teras rumah Peni, dia kelompokan nanas madu dan nanas lokal. Karena nanas madu selain rasanya berbeda, ukurannya juga lebih kecil daripada nanas lokal. Nanas madu tiap ikatnya dia memasang harga Rp 20 ribu. Sedangkan nanas lokal Rp 2.500 hingga Rp 5.000 tiap bijinya.

Sunik dan Peni tiap hari hanya bisa bersabar dan berharap pandemi ini cepat mereda. Agar keadaan kembali normal dan wisatawan kembali berkunjung di Gunung Kelud. Sehingga dapat mampir ke lapak pedagang nanas.(jar/ndr)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB
X