NU, Muhammadiyah, dan MUI Kompak Tolak RUU HIP

- Sabtu, 13 Juni 2020 | 11:27 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA- Keberadaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat. NU, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak sepakat dan minta agar RUU tersebut dibatalkan.

Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, pihaknya sedang melakukan kajian terhadap RUU HIP. Dari kajian sementara, Muhammadiyah memandang RUU itu tidak urgen. Bahkan, beberapa pasal berpotensi menimbulkan kontroversi dan bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut Mu'ti, yang sudah terbukti menjadi kontroversi adalah tidak adanya Tap MPRS XXV/1966 tentang larangan komunisme "Karena itu, sebaiknya DPR menunda atau bahkan membatalkan RUU HIP," tegas dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (12/6).

Terpisah, M Kholid Syeirazi, sekretaris umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ( PP ISNU) mengatakan, RUU HIP memunculkan penafsiran tunggal Pancasila. Seperti yang terjadi pada masa orde baru. Dia menilai, RUU itu tidak sesuai dengan semangat dan dinamika kehidupan berbangsa saat ini. "RUU HIP tidak diperlukan," paparnya.

Menurut Kholid, tidak perlu penafsiran baku terhadap Pancasila sebagai ideologi. Selain itu, Pancasila juga tidak perlu pelembagaan. Penafsiran baku akan memicu tafsir tunggal dari pemerintah, sehingga menutup penafsiran dari pihak lain yang sangat dibutuhkan dalam proses pematangan sebuah bangsa. Konsekuensinya, lanjut Kholid, pemerintah bisa seenaknya menetapkan pihak mana yang pancasilais dan siapa yang anti Pancasila.

Lebih lanjut Kholid mengatakan bahwa yang dibutuhkan sekarang adalah penerjemahan Pancasila ke dalam ideologi kerja. Saat ini, Indonesia butuh UU Sistem Perekonomian Nasional yang merupakan penjelmaan Pancasila sebagai ideologi kerja. "Daripada kelembagaan ideologisasi Pancasila," ungkapnya.

Sementara itu, MUI mengeluarkan maklumat terkait pembahsan RUU HIP kemarin. Maklumat itu dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi Se-Indonesia. Di dalam maklumat itu disebutkan bahwa tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab, dan memilukan.

Fakta sejarah yang sadis, biadab, dan memilukan itu dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. ’’Sehingga sama artinya dengan persetujuan terhadap penghianatan bangsa tersebut,’’ kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat Muhyiddin Junaidi.

MUI juga menyoroti upaya memeras Pancasila menjadi trisila, lalu menjadi ekasila yakni gotong royong. Pemerasan itu nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila. MUI memandang secara terselubung ingin melumpuhkan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

MUI meminta kepada fraksi di DPR untuk tetap mengingat tragedi memilukan yang dilakukan oleh PKI. Memasuki masa reformasi, aktivis dan para simpatisan PKI melakukan berbagai upaya menghapus citra buruk PKI di masa lalu. Diantaranya dengan memutarbalikkan fakta sejarah. MUI merasa pantas mencurigai bahwa di balik pembahasan RUU HIP itu adalah aktor-aktor yang selama ini ingin membangkitkan kembali paham dari PKI di Indonesia. MUI lantas menghimbau umat Islam di Indonesia agar tetap waspada. ’’Selalu siap siaga terhadap penyebaran paham komunis,’’ katanya.

Di akhir maklumatnya, MUI tegas menyampaikan jika butir-butir maklumat diabaikan oleh pemerintah, mereka mengimbau umat Islam di seluruh Indonesia untuk bangkit. Bersatu di barisan terdepan menolak munculnya kembali paham komunisme dan berbagai upaya liciknya. (lum/wan)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Desak MK Tak Hanya Fokus pada Hasil Pemilu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:36 WIB

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB
X