Derajat Kemanusiaan Bilal

- Jumat, 12 Juni 2020 | 22:45 WIB

Bambang Iswanto

Dosen Institut Agama Islam Negeri Samarinda

 

 

SECARA fisik, sosok Bilal bin Rabah digambarkan sebagai lelaki bertubuh tegap dan kekar. Rambutnya hitam dengan bentuk keriting. Kulitnya sangat hitam untuk ukuran warna kulit kebanyakan orang yang hidup sezaman dengannya. Bilal pernah menjadi budak sebelum dimerdekakan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Proses pembebasan status Bilal dari budak menjadi manusia merdeka oleh Abu Bakar, terbilang dramatis. Dalam beberapa riwayat digambarkan, Bilal dihukum berat oleh tuannya yang bernama Umayyah bin Khalaf karena “kesalahan” memeluk agama Islam.

Sang majikan yang berasal tidak senang ada budak yang memiliki akidah yang didakwahkan Rasulullah. Umayyah menggunakan kuasanya sebagai pemilik budak memaksa Bilal untuk merevisi akidahnya.

Secara tidak manusiawi, Umayyah menghukum Bilal dengan menjemurnya di terik panas menghadap matahari, dengan leher terikat, dan tubuh ditindih batu panas yang berat. Dengan dugaan, Bilal pasti akan mau mengubah pendirian keimanannya kepada Islam, kembali kepada keyakinan lamanya menyembah berhala. Sesembahan Umayyah. Bilal dilepaskan dari hukuman jika mau mendustakan kerasulan Muhammad.

Bilal kukuh dengan ketauhidannya ketika dipaksa berulang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan. Kalimat itu sebagai bentuk ekspresi verbal kesadaran tauhid terdalam dari Bilal, selalu terucap ketika dihukum. Abu Bakar yang mendapat kabar penyiksaan mendatangi Umayyah dan membayar sejumlah uang sebagai tebusan Bilal, dengan harga yang lebih tinggi dari semestinya.

Dalam perjalanan sejarah hidup Bilal selanjutnya, derajat Bilal yang awalnya budak berubah menjadi orang yang mulia di antara sahabat-sahabat Rasulullah lainnya. Bilal menduduki posisi yang penting dan terus dicatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam. Beliau mendapat kehormatan selalu berada dekat dengan Rasulullah.

Rasulullah menjadikan Bilal sebagai orang yang pertama kali mengumandangkan azan sebagai panggilan salat, karena kemerduan dan nyaringnya suara yang dimilikinya. Asal-muasal azan sebenarnya bukan berbentuk lafal azan beserta langgam lagunya seperti yang dikenal saat ini.

Untuk menandai masuknya awal waktu salat dan memanggil umat muslim berjamaah awalnya diinisiasi menggunakan terompet dan akhirnya tidak dilanjutkan karena merupakan tradisi yang sering dilakukan orang Yahudi saat itu.

Hingga akhirnya diusulkan oleh sahabat bernama Abdullah bin Zaid bahwa untuk memanggil jamaah dan penanda waktu salat dengan menggunakan lafal azan seperti sekarang. Lafal tersebut diilhami dari mimpi Abdullah bin Zaid. Rasulullah setuju dengan lafal azan yang disampaikan dan menunjuk Bilal sebagai pengumandang pertama.

Sebagian masyarakat Indonesia khususnya di Kaltim, sering menggantikan istilah muazin sebagai orang yang mengumandangkan azan dengan kata Bilal. Bisa ditelusuri, dengan melihat beberapa masjid yang menulis kolom muazin pada media pengumuman, diubah menjadi bilal, di samping kolom imam dan khatib.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X