Tarif Tol Dianggap Kemahalan, Ini Jawaban Mereka...

- Sabtu, 6 Juni 2020 | 12:51 WIB

BALIKPAPAN–Perlu waktu enam bulan bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menetapkan tarif Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam). Khususnya Seksi II, Seksi III, dan Seksi IV yang menghubungkan Samboja dan Palaran, Samarinda. Diresmikan dan dibuka akhir Desember 2019, tarif baru diberlakukan 14 Juni 2020 nanti. Per kilometernya, pemerintah mengenakan biaya melintas Rp 1.287.

Tarif itu pun menuai respons dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim. Ketua Apindo Kaltim Slamet Brotosiswoyo menganggap tarif Rp 1.287 per kilometer, mahal dan memberatkan. Lagi pula, pembangunan Tol Balsam juga menggunakan APBD Kaltim sekitar Rp 3,1 triliun. Dengan biaya pembangunan tol keseluruhan sekitar Rp 10,3 triliun, menurutnya Pemprov Kaltim memiliki hak sebesar 30 persen.

Lanjut dia, dengan penetapan tarif pada Seksi II, III, dan IV untuk kendaraan golongan I sebesar Rp 1.287 per kilometernya, maka seharusnya dilakukan pemotongan sebesar 30 persen. Bahkan, pihaknya juga menolak usulan tarif sebelumnya yakni Rp 1.000 per kilometer.

“Harusnya dipotong Rp 400. Jadi, sekitar Rp 800 per kilometer. Perhitungan Menteri PUPR bagaimana, kan kita enggak tahu. Saya tidak diajak bicara,” kata Slamet kepada Kaltim Post, Jumat (5/6). Dijelaskan, dalam proses penetapan tarif itu, seharusnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melibatkan pemprov dan DPRD Kaltim. Tak lain karena adanya APBD yang digunakan dalam pembangunan tol tersebut. Sehingga harus menjadi pertimbangan dalam menetapkan tarif Tol Balsam.

“Jadi, Rp 400 (per kilometer) itu hak masyarakat Kaltim. Investor haknya, ya Rp 800 (per kilometer) itu,” sambung Slamet.

Diakuinya, mahal atau tidaknya tarif yang telah ditetapkan pada tol tersebut relatif. Akan tetapi, pihaknya hanya meminta kejelasan terhadap APBD Kaltim sekitar Rp 3,1 triliun yang digunakan untuk membangun Tol Balsam.

Dia pun akan bersurat melalui Gubernur Kaltim. Harapnya, pemprov dan Menteri PUPR membahas ulang tarif tol. Menyesuaikan tarifnya dengan hak masyarakat Kaltim. “Kita masih mau koordinasi dengan beberapa asosiasi pengusaha. Kira-kira seperti apa. Apakah sependapat dengan Apindo. Kalau perlu, kita hearing dengan DPRD Kaltim,” kata ketua Apindo Kaltim periode 2019–2024 itu.

Anggota DPRD Kaltim Muhammad Adam turut mengkritisi tarif Tol Balsam Seksi II, III, dan IV. Menurut dia, penetapan tarif tol sepihak. Tanpa melibatkan aspirasi pemprov maupun DPRD Kaltim. Dia menilai, APBD senilai Rp 3 triliun yang diperuntukkan mulai pekerjaan pematangan lahan, pembebasan lahan sampai pekerjaan konstruksi, tak boleh dilupakan pusat.

“Jadi tidak murni investasi. Seharusnya, karena ada APBD menjadi pertimbangan kementerian dalam menetapkan besaran tarif,” kritiknya. Karena itu, sambung politikus Hanura itu, gubernur harus mengambil sikap. Apalagi daya beli masyarakat saat ini rendah akibat pandemi corona. “DPRD dalam waktu dekat akan menyampaikan protes kepada Menteri PUPR,” terangnya.

Anggota DPRD Kaltim Dapil Balikpapan itu melanjutkan, jika melihat surat keputusan tentang penetapan tarif tersebut, tarif terjauh kendaraan golongan I, dari Gerbang Tol Samboja-Simpang Mahkota II, Samarinda, sepanjang 66 kilometer adalah Rp 83.500. Sehingga dapat dipastikan, tarif terjauh mulai dari Km 0 sampai Km 99 Tol Balsam, melebihi Rp 100 ribu. Padahal, menurut dia, wacana selama ini penghitungan tarif pada Tol Balsam adalah Rp 1.000 per kilometernya.

“Tapi ini kok lebih mahal. Kita butuh penjelasan dari (pemerintah) pusat, kenapa seperti ini. Mungkin Senin (8/6) sudah ada sikap dari DPRD (Kaltim) terhadap SK tersebut. Sekalipun baru berlaku tanggal 14 Juni,” ujarnya. Dia kembali mengingatkan, yang menjadi persoalan dalam penetapan tarif tersebut, karena tol tersebut juga menggunakan APBD Kaltim. Sehingga tidak boleh disamakan dengan tol yang dibangun dengan murni investasi. Dengan demikian, jika tujuan awal dibangunnya tol tersebut, untuk mempermudah dan mempersingkat waktu tempuh distribusi barang dan pergerakan orang, maka tarif yang telah ditetapkan tidak sesuai tujuan awal Tol Balsam dibangun.

Sementara itu, menanggapi keberatan atas penetapan tarif tersebut, Direktur Keuangan dan Administrasi PT Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS) Adik Supriatno menilai adalah hal biasa. Menurut dia, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sudah menghitung dengan baik dan cermat. Mempertimbangkan semua hal sebelum menetapkan tarif untuk Seksi II, Seksi III, dan Seksi IV. Lanjut dia, tidak ada paksaan bagi pengusaha untuk memilih menggunakan atau tidak jalan bebas hambatan tersebut.

“Tol adalah jalan alternatif. Tidak ada paksaan untuk melintas di tol. Dengan lewat bisa menghemat jarak dan waktu tempuh. Dan pengusaha bisa memilih lewat atau tol atau jalan provinsi,” jelas dia.

Mengenai adanya APBD Kaltim yang digunakan untuk membangun Tol Balsam, dia menerangkan kembali kebijakan tersebut. Adik mengatakan, APBD Kaltim untuk membiayai Tol Balsam adalah viability gap fund (VGF) atau dana subsidi pemerintah untuk proyek-proyek skema pemerintah-swasta (public private partnership).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X