MA Kabulkan Gugatan Internet Shutdown, Presiden Diputus Bersalah

- Kamis, 4 Juni 2020 | 15:47 WIB

JAKARTA- Masyarakat khususnya di Papua dan Papua Barat bisa sedikit bernafas lega. Akses internet yang dibatasi oleh pemerintah beberapa waktu yang lalu digugat oleh sejumlah praktisi hukum yang tergabung dalam tim advokasi ke ranah hukum. Hasilnya terlihat kemarin (3/5). Majelis hakim mengabulkan gugatan atas pembatasan akses internet tersebut. 

Tergugatnya Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Dengan putusan ini, kedua tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Tergugat dikenai hukuman menghentikan atau tidak mengulangi pelambatan atau pembatasan akses internet di seluruh wilayah Indonesia. 

"Menyatakan tindakan-tindakan pemerintah yang dilakukan Tergugat 1 dan Tergugat 2 adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan," ujar Ketua Majelis Hakim Nelvy Christin dalam sidang . 

Majelis hakim juga menyatakan bahwa eksepsi yang sebelumnya disampaikan oleh para tergugat tidak diterima. Tergugat diminta untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada masyarakat khususnya yang terdampak di Papua dan Papua Barat. "Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum," lanjut Hakim. 

Tindakan tersebut diputus melanggar hukum oleh Majelis Hakim karena beberapa pertimbangan. Utamanya karena tidak ada pengumuman keadaan bahaya oleh Presiden sesuai Perppu 23/1959 pengganti UU 74/1957 tentang Penetapan Keadaan Bahaya. 

Hakim juga mempertimbangkan Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) UU ITE terkait pemutusan akses informasi elektronik. Pemutusan tersebut hanya bisa dilakukan untuk konten atau informasi yang melanggar hukum dan tidak diberlakukan secara keseluruhan. 

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) termasuk salah satu pihak yang ikut andil menggugat presiden dan Kemenkominfo. Perwakilan YLBHI sekaligus Koordinator Tim Advokasi Pembela Kebabasan Pers M. Isnur menyambut baik putusan PTUN kemarin. Sejak awal dia bersama rekan-rekannya di tim advokasi tidak sepangkat dengan kebijakan pemerintah membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat. 

Putusan kemarin, kata Isnur, merupakan pengingat bagi presiden dan seluruh jajaran di bawahnya. "Sebagai presiden yang disumpah untuk taat konstitusi, dia harus menjaga agar pelaksanaa pemerintahan itu good governance, tidak melanggar UU dan tidak melanggar asas pemerrintahan yang baik," bebernya. Jangan sampai kebijakan yang diambil ternyata melanggar konstitusi dan merugikan masyarakat. 

Menurut Isnur, putusan PTUN kemarin juga harus jadi pengingat bagi pemerintah. "Jadi, ini cacat, noda besar bagi pemeirntah," terang dia. Merujuk putusan tersebut, masih kata Insur, tidak salah juga bila saat ini ada masyarakat yang mempertanyakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya. "Jangan-jangan pelaksanaan tindakan pemerintahan yang lain melanggar hukum juga," tambahnya. Karena itu, dia berharap pemerintah lebih hati-hati. 

Sebab, kebijakan yang melanggar hukum bisa menurunkan legitimasi. Warga negara, lanjut dia, bisa melawan kebijakan-kebijakan seperti itu. Karena itu, Isnur juga menyebutkan bahwa putusan tersebut merupakan pertaruhan besar bagi pemerintah. Sebab, implikasi kebijakan yang melanggar hukum bisa digunakan DPR untuk menggunakan hak angket. Untuk itu, dia menyebut, pemerintah tidak boleh menganggap remeh putusan kemarin. (deb/syn)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

PGRI Desak Tak Ada Lagi Guru Kontrak

Sabtu, 27 April 2024 | 08:46 WIB
X