SAMARINDA -Strategi untuk menangani banjir di Samarinda sebenarnya sudah ada sejak 15 tahun lalu. Ketika itu, Master Plan Pengendalian Banjir di Samarinda 2005 menjadi rujukan setiap program dan kebijakan yang diambil pemerintah. Namun sayangnya, rencana utama tersebut sudah kedaluwarsa.
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III Anang Muchlis menyebut, Master Plan Pengendalian Banjir di Samarinda 2005 sudah tak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan. Sudah tak relevan lagi dengan banyaknya perubahan dan alih fungsi lahan. “Banyak lahan yang seharusnya digarap untuk mengendalikan banjir, beralih fungsi. Seperti Embung Sempaja,” ungkap Anang.
Dari data Kaltim Post, embung itu sudah dikerjakan sejak 27 Mei 2019 lalu. Namun, embung terancam tak bisa diselesaikan. “Itu enggak bisa terealisasi. Sudah keburu dibuat perumahan di sana,” ujarnya.
Embung yang ada sekarang, dengan daya tampung air 27 ribu meter kubik, baru berfungsi mengurangi lama dan kedalaman genangan air. Namun, belum mengatasi banjir di kawasan Simpang Empat Sempaja.
Di mana dari data, kondisi di wilayah tersebut, banjir bisa menggenangi sekira 2 hektare dengan lama genangan antara 6-10 jam dan kedalaman 40-70 sentimeter. “Kalau ada embung itu. Air dari Sungai Sempaja bisa ditampung. Dan pelan-pelan bisa dialirkan ke bawahnya. Sehingga banjir bisa dikendalikan,” jelasnya.
Selain Embung Sempaja, ada empat rencana pembuatan embung dan kolam retensi lain yang sesuai Master Plan Pengendalian Banjir di Samarinda 2005 tak bisa lagi direalisasikan. Antara lain rencana Embung Pampang, rencana Embung Muang, rencana revitalisasi Rawa Bengkuring, dan rencana Bendali Damanhuri.
Di mana untuk kolam retensi Damanhuri sudah menjadi permukiman. Begitu juga dengan Embung Bengkuring yang sebagian lahannya jadi permukiman. Sementara lahan Embung Muang menjadi area tambang batu bara, dan Embung Pampang Kanan itu sudah menjadi kebun kelapa sawit.
“Kejadian-kejadian seperti ini membuat master plan pada 2005 harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian lagi. Itu yang sedang kami lakukan di BWS III Kalimantan,” jelasnya.
Saat ini pengerjaan master plan ada di tangan konsultan. Di sisi lain, BWS III Kalimantan akan mengundang semua pihak. Yang mampu memberikan masukkan dan menawarkan konsep master plan terkini yang ditawarkan. Yang sesuai dengan fakta terbaru di lapangan.
“Paling lama satu bulan ke depan kami akan mengundang berbagai pihak. Jika ada hasil dan kesepakatan bersama, hasil itu yang akan dipakai untuk dijadikan panduan pengendalian banjir di Samarinda,” bebernya.
Di sisi lain, Anang menegaskan, sebaik apapun rencana yang dibuat, BWS III Kalimantan tidak bisa bekerja sendiri. Ada Pemkot Samarinda selaku pemegang wilayah. Karena itu pihaknya baru bisa merealisasikan apa yang direncanakan jika sudah ada lampu hijau dari pemerintah. “Soal pembiayaan melalui APBN sebenarnya tidak ada persoalan,” ujarnya.
Tetapi, mengingat bukan hanya Samarinda yang memerlukan anggaran penanganan banjir, maka bergantung kesiapan pemerintahnya untuk bisa menerima kucuran dana tersebut. Artinya, selama Pemkot Samarinda belum bisa menyelesaikan persoalan yang menghambat jalannya program, maka pihaknya belum bisa mengusulkan anggaran.
“Kami khawatir, sudah usulkan dana besar. Tetapi ujung-ujungnya percuma akibat persoalan di lapangan belum siap. Dan kami selalu koordinasi dengan dinas terkait di Pemkot,” ujarnya.
Itulah yang terjadi dalam rencana proyek normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM). Padahal, dari analisis BWS III Kalimantan, jika dilakukan normalisasi SKM di belakang Pasar Segiri sampai dengan Taman Cerdas di Samarinda Ulu, maka banjir di Samarinda bisa berkurang 50 persen. “Saya yakin itu,” ucapnya.