Tim kesehatan penanganan Covid-19 RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda mendapat “kado spesial” jelang perayaan Idulfitri. Pasien terakhir yang dirawat dinyatakan sembuh.
M RIDHUAN, Balikpapan
PANDEMI virus corona memaksa tim kesehatan di rumah sakit berjuang penuh. Di tengah risiko tertular, mereka mengabdikan diri secara optimal. Memastikan pasien yang reaktif Covid-19 bisa dinyatakan negatif atau sembuh dan bisa kembali berkumpul bersama keluarga.
Di RSUD AWS Samarinda, perjuangan menangani pasien sempat mengalami masa sulit. Ketika April lalu, seorang pasien yang selanjutnya dinyatakan reaktif berbohong. Membuat 64 tenaga medis harus istirahat untuk melaksanakan karantina mandiri.
Meski sempat didera dengan insiden pasien berbohong hingga hoaks kaburnya seorang pasien positif, Marwan, salah seorang dokter dalam tim penanganan Covid-19 RSUD AWS Samarinda menceritakan, kondisi mereka hingga kini dalam keadaan sehat tapi selalu siaga. “Alhamdulillah kondisi kami baik,” ungkap dokter spesialis penyakit infeksi paru itu.
Tim kesehatan yang tengah bertugas menangani pasien Covid-19 pun menjalani tugas mereka seperti biasa. Di mana, mereka masih dibolehkan pulang dan bertemu keluarga. Namun, tetap dengan menerapkan protokol kesehatan. “Rutinitas harian adalah dengan mengenakan APD (alat pelindung diri) level 3 sebelum memasuki ruang isolasi,” ucapnya.
Staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda itu menyebut, setelah bertugas, tim secara ketat harus melepas APD mereka. Lalu langsung mandi dan berganti pakaian khusus yang sudah disiapkan di rumah sakit.
Selama di rumah sakit, mereka tidak lupa selalu mengenakan masker dan menerapkan jaga jarak serta menghindari kerumunan. “Ketika mau pulang ke rumah pun kami mandi lagi. Tak langsung kontak dengan keluarga, kami mandi lagi begitu tiba di rumah,” ujarnya.
Di rumah pun penggunaan masker tetap dilakukan. Cuci tangan jadi hal yang sering dikerjakan. “Alhamdulillah. Selama kami tidak menemukan gejala yang mengarah ke Covid-19 tetap dibolehkan pulang,” sambungnya.
Meski secara fisik sehat dan tidak terlalu lelah, Marwan tak menampik tenaga kesehatan mengalami kelelahan secara psikis. Itu disebut karena faktor non-medis. Mengingat hingga kini masih muncul stigma negatif terhadap tenaga kesehatan yang setiap hari merawat pasien Covid-19.
“Ya kami hadapi saja apa adanya. Toh lama-kelamaan mereka yang memandang negatif kami dan pasien akan capek sendiri. Kami maklum karena mereka mendapat info yang salah dari media sosial,” jelasnya.
Kata pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Samarinda itu, kelelahan mental juga dirasakan ketika Kaltim belum memiliki laboratorium pemeriksaan Covid-19. Di mana mereka harus menunggu hasil swab dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya. “Kami saat itu harus menunggu hasilnya hingga 10-15 hari untuk mengetahui hasil swab,” ungkapnya.