BALIKPAPAN–Pemerintah daerah (pemda) diharapkan menjadi tumpuan dalam mengatasi perubahan iklim global. Maka penting mencapai target Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Sebagaimana amanat UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perubahan Iklim.
Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar saat menjadi panelis dalam pertemuan internasional “Virtual Ministerial Dialogue with Local and Regional Governments Strengthening Coordination to Implement the Paris Agreement”.
Acara diskusi internasional yang digelar secara daring itu dihadiri menteri, kepala daerah, dan pemangku kebijakan mengenai perubahan iklim (champions) dari berbagai negara. Di antaranya, Italia, Malaysia, Rusia, Inggris, dan Tiongkok. Diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai negara.
Siti Nurbaya Bakar menyampaikan, Indonesia telah menerapkan kebijakan holistik dan integral dalam mempertahankan dan meningkatkan ketahanan nasional. Yang memerlukan pendekatan antar-daerah, antar-sektoral, dan multi-disiplin.
Indonesia juga memiliki kebijakan yang komprehensif mulai pemerintahan tingkat pusat sampai tingkat desa. “Dengan target kerja yang terukur untuk komitmen perjanjian Paris,” kata dia.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga memainkan peran koordinasi, pemantauan, dan pengawasan dalam implementasi Nationally Determined Contribution (NDC).
Adapun target penurunan emisi Indonesia hingga 2030 sebesar 29 persen dari Business as Usual (BAU) atau berjalan seperti biasanya dengan upaya sendiri. Dan sampai 41 persen dengan bantuan internasional.
Selain itu, Siti menuturkan sudah banyak inisiatif iklim lainnya yang dilakukan pemangku kepentingan non-pihak (non-party). Di berbagai sektor dan tingkatan pemerintahan. Termasuk di tingkat kabupaten/kota.
Saat ini, proses finalisasi dan penyelesaian peta jalan NDC terus dipersiapkan dengan terperinci. Pemerintah Indonesia melakukan koordinasi implementasi NDC di berbagai tingkatan pemerintahan dan sektor melalui berbagai peraturan yang memungkinkan koordinasi dan sinergi.
Berbagai kebijakan dan tindakan terkait perubahan iklim juga telah berjalan seperti pendanaan anggaran nasional (budget tagging), penggunaan dana desa untuk mendukung Program Kampung Iklim (Proklim) dan aksi iklim yang dilakukan oleh kota dan kabupaten.
Selain itu, dukungan Norwegia melalui agenda Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)+ dan proyek Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) di Kaltim yang didukung Bank Dunia merupakan contoh-contoh sinergi antara pemerintah nasional dan sub-nasional, termasuk kabupaten dan kota serta masyarakat untuk melaksanakan Perjanjian Paris.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 2014 itu menerangkan tahun lalu, subjek perubahan iklim dan manajemen bencana telah ditetapkan sebagai arus utama. Dalam rencana pembangunan nasional (RKP) tahunan. Hal itu menjadikan isu perubahan iklim, berada setara dengan isu gender, jaring pengaman sosial dan pengentasan kemiskinan. “Proses untuk meningkatkan keterlibatan kota dan kabupaten, serta pemangku kepentingan non-party lainnya sedang berlangsung,” terang Siti.
Dikatakan, instrumen kebijakan dan modalitas, pelajaran dan praktik terbaik yang telah dilaksanakan Indonesia diharapkan bisa menjadi pendukung pemulihan dari pandemi Covid-19. “Dengan harapan kondisi ekonomi membaik dan berjalan lebih adil pada masa depan,” harapnya. (kip/rom/k8)