Tak ada kata lelah dalam diri Desy Nuryani. Ketika banyak orang merayakan momentum Lebaran dengan keluarga, gadis 27 tahun itu memilih setia mengabdi di tempatnya bekerja, yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, untuk siaga menghadapi bencana.
IDULFITRI bukan menjadi alasan bagi Desy untuk tak menyelesaikan pengabdiannya. Perempuan yang bekerja di BPBD Samarinda itu rupanya memilih siaga di tengah situasi pandemi. Wabah Covid-19 ditambah banjir menggenangi Kota Tepian yang bertepatan Lebaran, membuatnya menentukan pilihan, tak sungkem dengan orangtua, tak merasakan nikmatnya ketupat, lontong sayur, dan bakso, yang merupakan menu khas ketika Lebaran.
Sejak pandemi virus mewabah Maret lalu, dia sudah tak kenal libur. Bagi dia, libur adalah mitos. Sabtu dan Minggu sudah bukan menjadi hari untuk berkumpul dengan keluarga, dia justru berada di jalur masuk Samarinda.
Kini, ibu kota Kaltim juga memasuki fase new normal. Desy menuturkan, BPBD masih menetapkan masa darurat. Penjagaan di pintu masuk masih berlangsung hingga 7 Juni mendatang. "Memang kalau masa darurat kami enggak libur, semua bagian harus turun tangan. Enggak ada urusan dari divisi mana, intinya misi kemanusiaan," kata Desy saat ditemui di Kantor BPBD Samarinda, Kamis (28/5).
Dia lebih memilih berjibaku dengan banjir, menolong warga yang terdampak, ikut mendistribusikan bantuan makanan, sampai mengevakuasi para korban. Meski pakaiannya basah dan sering terpapar matahari, bagi Desy bukan masalah. "Ya bagaimana lagi, kan memang tugas kami. Saya sih enggak terlalu peduli," ucap perempuan yang tergabung di BPBD sejak 2016 lalu itu. Ikhlas menjalankan tugasnya, dia tak menampik merindukan perayaan Idulfitri bersama keluarganya. Suara takbir yang menggema, sempat membuatnya mengingat momen-momen indah. "Kangen sebenarnya sama suasana yang dulu, saat ini jauh berbeda," sambungnya.
Suasana berbeda lantaran di tengah momen Idulfitri ada dua masa darurat sekaligus. Covid-19 dan banjir yang menggenangi 11 kelurahan. "Jangankan Lebaran, pandemi aja jarang kumpul keluarga. Bukan membatasi lho ya, tapi jam kerja yang harus lebih ekstra," jelasnya diikuti tertawa pelan. "Teman-teman yang berkeluarga jelas ada keluhan, karena jam kerja yang harus ekstra, kalau yang bujang seperti saya ya santai aja," tambahnya.
Alumnus Universitas Mulawarman itu menyayangkan masyarakat yang tidak mengikuti imbauan pemerintah. Meski dirinya dan rekan-rekan kerap melakukan imbauan, masih saja ada yang membandel. Terlebih pada awal masa pandemi. "Jadi kesel kalau liat warga yang bandel. Kami kerja dari pagi hingga malam, sampai ketemu pagi lagi, tapi masyarakat masih banyak yang enggak peduli," tuturnya.
Selama bekerja di BPBD, dia senang bisa menolong warga. "Jadi lebih berasa berguna, meski tak bantu material masih bisa bantu tenaga," tutupnya. (*/dad/dra/k8)