Jutaan Data Penduduk Diduga Bocor Lewat Data Pemilih, Ini Kata KPU

- Minggu, 24 Mei 2020 | 11:46 WIB

JAKARTA - Kasus dugaan kebocoran data penduduk kembali terjadi. Kali ini, data yang bocor diduga berasal dari data pemilih tetap (DPT) Pemilu yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Informasi dugaan jebolnya data tersebut pertama kali dicuitkan akun Twitter  @underthebreach pada Kamis malam (21/5). Akun itu menyebut pelaku berhasil membocorkan informasi tentang 2,3 juta warga Indonesia di data pemilu. Mulai dari nama, alamat, nomor ID, tanggal lahir. “Aktor mengklaim dia akan membocorkan 200.000.000 informasi warga lainnya segera,” bunyi cuitnya.

Sebagai tambahan, akun tersebut juga menyertakan tiga gambar screenshot atau tangkapan layar komputer. Pertama tangkapan layar sebuah forum di raid forum, tangkapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu, dan tangkapan layar yang berisikan file folder nama-nama Kecamatan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Jogjakarta.

Saat dikonfirmasi, Komisioner KPU RI Viryan mengatakan, sejak info tersebut beredar Kamis (21/5) malam, pihaknya langsung melakukan pengecekkan server data. Dan pada sore kemarin, tim IT KPU memastikan tidak ada jejak hacker yang masuk sistem KPU.

"Tidak kena hack atau bocor atau diretas. KPU sudah melakukan pengecekan terhadap data tersebut," ujarnya.

Dari data yang ditampilkan, mantan Komisioner KPU Pontianak itu menyebut data yang dicuit akun @underthebreach merupakan data lama. “Pic (gambar) ini berdasarkan meta datanya tanggal 15 November 2013,” imbuhnya.

Viryan menjelaskan, dia belum mengetahui dari mana sumber data yang diklaim akun tersebut. Namun dia mensinyalir ada potensi data tersebut berasal dari sumber lain di luar KPU. Sebab sesuai regulasi, soft file data pemilih milik KPU bersifat terbuka dan diberikan ke sejumlah lembaga terkait untuk memenuhi prinsip keterbukaan.

“Soft file data KPU tersebut (format .pdf) dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka,” ujarnya.

Hal itu diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum yang menjadi landasan Pemilu 2014. Dalam pasal 38 disebutkan, KPU wajib menyerahkan salinan daftar pemilih kepada para partai peserta pemilu. Itu pun dengan perjanjian hanya untuk keperluan Pemilu. "Tidak untuk hal lain," kata dia.

Soal potensi 200 juta data lainnya yang akan dipublikasi pelaku pembobolan, dia justru mempertanyakan akurasinya. Sebab, jumlah pemilih pada Pemilu 2014 lalu tak sampai 190 juta.

Untuk mencari tahu sumber data tersebut, kata Viryan, KPU RI berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Di antaranya Badan Siber dan Sandi Negara BSSN) dan Cyber Crime Mabes Polri. "Hal ini untuk menelusuri kebenaran klaim akun twitter yang bersangkutan,” tuturnya.

Sementara itu, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah memastikan kasus tersebut tidak terkait dengan database kependudukan yang dia pegang. Selama ini, peran dukcapil dalam data pemilih hanya sampai penyerahan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4).

"Sejak penyerahan DP4, Dukcapil Kemdagri meminta KPU berkomitmen mengelola data dengan menjaga kerahasiaan data pribadi," ujarnya.

Oleh sebab itu, pasca Pemilu 2014, Dukcapil meminta kepada KPU agar Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Kartu Keluarga diganti dengan tanda bintang. "Tidak perlu ditampakkan agar tidak disalahgunakan untuk pendaftaran kartu prabayar dan untuk membuat KTP el palsu," imbuhnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB
X