WARGA Wuhan, Hubei, Tiongkok, harus mengubah kebiasaan. Mereka tidak bisa lagi makan makanan yang berasal dari binatang liar. Pada Rabu (20/5), pemerintah kota secara resmi melarang perburuan, ternak, jual beli, dan konsumsi binatang liar. Binatang yang dilindungi dan terancam punah di darat dan air juga dilarang dikonsumsi.
Pengecualian hanya berlaku untuk penelitian ilmiah, pengamatan penyakit epidemi, dan beberapa alasan khusus lainnya. Kebijakan terbaru itu diterapkan hingga lima tahun mendatang. Wuhan tidak ingin kecolongan untuk kali kedua. Sebab, di kota itulah virus SARS-CoV-2 kali pertama merebak. Agar peternak hewan liar tidak rugi, pemerintah menawarkan untuk membeli binatang-binatang tersebut. Dengan begitu, para petani bisa memiliki uang untuk memulai usaha lain.
Tiongkok sudah kembali normal. Meski situasinya tidak seperti dulu, sebagian besar penduduk sudah boleh keluar rumah dan beraktivitas seperti sediakala. Transportasi juga kembali beroperasi normal. Lockdown hanya berlaku di klaster baru yang berbatasan dengan Rusia.
Beberapa negara lainnya juga sudah melonggarkan kebijakan meski masih dilanda ketakutan. Pemerintah Selandia Baru, misalnya. Mulai kemarin (21/5), mereka membuka lagi bar dan pub. Sejatinya bisnis lain buka sejak pekan lalu. Namun, tempat-tempat yang menyediakan alkohol baru dibuka kemarin. Sebab, mereka khawatir kasus penularan klaster kelab malam seperti di Seoul, Korsel, terjadi di Selandia Baru. Dibukanya bar dan pub merupakan salah satu cara untuk menormalkan lagi sektor wisata dan hospitality.
Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern bahkan mengusulkan agar perusahaan membuat kebijakan empat hari kerja dalam sepekan. Dengan begitu, penduduk bisa berkeliling negeri dan menggeliatkan lagi sektor wisata dengan turis lokal.
Penularan di Selandia Baru relatif rendah. Yaitu, hanya 1.503 kasus positif dan 21 kasus kematian. Meski begitu, perekonomian mereka melambat akibat lockdown panjang. Ratusan ribu orang juga terpaksa kehilangan pekerjaan.
Situasi di AS jauh lebih buruk. BBC melaporkan bahwa 39 juta penduduk kehilangan pekerjaan dan mengklaim bantuan dari pemerintah. Itu setara dengan seperempat total tenaga kerja di Negeri Paman Sam. (sha/c14/dos)