Wuhan Resmi Larang Konsumsi Binatang Liar

- Jumat, 22 Mei 2020 | 18:11 WIB
Pasar binatang liar di Wuhan, sebelum pandemi Covid-19.
Pasar binatang liar di Wuhan, sebelum pandemi Covid-19.

WARGA Wuhan, Hubei, Tiongkok, harus mengubah kebiasaan. Mereka tidak bisa lagi makan makanan yang berasal dari binatang liar. Pada Rabu (20/5), pemerintah kota secara resmi melarang perburuan, ternak, jual beli, dan konsumsi binatang liar. Binatang yang dilindungi dan terancam punah di darat dan air juga dilarang dikonsumsi.

Pengecualian hanya berlaku untuk penelitian ilmiah, pengamatan penyakit epidemi, dan beberapa alasan khusus lainnya. Kebijakan terbaru itu diterapkan hingga lima tahun mendatang. Wuhan tidak ingin kecolongan untuk kali kedua. Sebab, di kota itulah virus SARS-CoV-2 kali pertama merebak. Agar peternak hewan liar tidak rugi, pemerintah menawarkan untuk membeli binatang-binatang tersebut. Dengan begitu, para petani bisa memiliki uang untuk memulai usaha lain.

Tiongkok sudah kembali normal. Meski situasinya tidak seperti dulu, sebagian besar penduduk sudah boleh keluar rumah dan beraktivitas seperti sediakala. Transportasi juga kembali beroperasi normal. Lockdown hanya berlaku di klaster baru yang berbatasan dengan Rusia.

Beberapa negara lainnya juga sudah melonggarkan kebijakan meski masih dilanda ketakutan. Pemerintah Selandia Baru, misalnya. Mulai kemarin (21/5), mereka membuka lagi bar dan pub. Sejatinya bisnis lain buka sejak pekan lalu. Namun, tempat-tempat yang menyediakan alkohol baru dibuka kemarin. Sebab, mereka khawatir kasus penularan klaster kelab malam seperti di Seoul, Korsel, terjadi di Selandia Baru. Dibukanya bar dan pub merupakan salah satu cara untuk menormalkan lagi sektor wisata dan hospitality.

Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern bahkan mengusulkan agar perusahaan membuat kebijakan empat hari kerja dalam sepekan. Dengan begitu, penduduk bisa berkeliling negeri dan menggeliatkan lagi sektor wisata dengan turis lokal.

Penularan di Selandia Baru relatif rendah. Yaitu, hanya 1.503 kasus positif dan 21 kasus kematian. Meski begitu, perekonomian mereka melambat akibat lockdown panjang. Ratusan ribu orang juga terpaksa kehilangan pekerjaan.

Situasi di AS jauh lebih buruk. BBC melaporkan bahwa 39 juta penduduk kehilangan pekerjaan dan mengklaim bantuan dari pemerintah. Itu setara dengan seperempat total tenaga kerja di Negeri Paman Sam. (sha/c14/dos)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X