Menelisik Sejarah Kebangkitan Nasional di Kaltim

- Jumat, 22 Mei 2020 | 17:02 WIB
MEMANFAATKAN TEKNOLOGI: Diskusi memperingati Harkitnas tentang sejarah di Kaltim dilakukan melalui aplikasi Zoom.
MEMANFAATKAN TEKNOLOGI: Diskusi memperingati Harkitnas tentang sejarah di Kaltim dilakukan melalui aplikasi Zoom.

Setiap 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Dikenal sebagai hari tumbuhnya rasa kesadaran nasional dan jati diri sebagai warga negara Indonesia. Di Kaltim, sejarah kebangkitan nasional memiliki cerita tersendiri. Diwarnai momentum penting yang tak boleh dilupakan.

 

MASYARAKAT Sejarawan Indonesia (MSI) cabang Kaltim menggelar webinar yang bertajuk Kaltim Dalam Sejarah Kebangkitan Nasional, kemarin (21/5). Mengundang antusiasme peserta. Dua narasumber yang paham soal sejarah dihadirkan, Sainal Abidin selaku dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Mulawarman (Unmul) dan Muhammad Sarip, penulis sejarah lokal dan pengurus Lasaloka-KSB.

Webinar dimoderatori Nurwati, dosen Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Samarinda.

Materi pertama disampaikan Sainal. Mengenai dinamika pergerakan di Kaltim. Ada banyak peristiwa periode awal abad 19 hingga akhir. Dia menjelaskan, hal tersebut erat kaitannya dengan ranah politik dan pemerintahan. Ketika Tenggarong dikuasai Belanda, Sultan Kutai dipaksa untuk menandatangani Traktak Tepian Pandan pada 29 April 1844, yang mengakui Kutai sebagai bagian dari Hindia-Belanda.

Kemudian, Aji Muhammad Salehuddin resmi digantikan Aji Muhammad Sulaiman. Demi meraih tujuan utama menguasai wilayah Kesultanan Kutai, Belanda menerapkan politik pax nerlandica (Hindia-Belanda yang Damai). Cara itu dilakukan untuk menopang perekonomian Belanda. Hingga pada 19 Oktober 1850 terjadi perjanjian antara Kerajaan Kutai dengan pemerintah kolonial Belanda.

Bidang kehutanan, pertambangan, dan kelautan mulai dieksplorasi dan diteliti sejak 28 Agustus 1888. Dua tahun kemudian, pusat pemerintahan dan ekonomi Belanda dipindahkan ke seberang utara Sungai Mahakam atau Samarinda. Kedudukan Pue Adi di Samarinda langsung dicabut Aji Muhammad Sulaiman pada 17 Juli 1863. Kemudian, politik adu domba berlangsung.

“Bidang tambang, khususnya di perminyakan mulai dikembangkan Belanda. Warga sekitar hidup berdampingan pada hal tersebut dengan cara menyesuaikan diri dan mengikuti aturan dari pihak kolonial,” jelas Sainal.

Di bidang sosial, dan ekonomi makin berkembang. Terbukti dengan adanya pertambangan batu bara Steenkolen Maatschappij Ooost Borneo atau Oost Borneo Maatschappij (OBM) pada 1888 di Loa Kulu. Disusul dengan pertambangan minyak Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) pada 1889. Monopoli perdagangan dan perkapalan turut menyertai. Hingga Belanda menjadikan Samarinda sebagai kawasan industri. Pihak Belanda mulai membagi wilayah berdasarkan suku dan etnis seperti permukiman bagi orang Banjar, Jawa, Tionghoa, dan Bugis. Ranah pendidikan juga bangkit. Mulai dibentuknya sekolah bagi rakyat pribumi, orang Belanda, sekolah madrasah, hingga sekolah perempuan.

“Munculnya organisasi keagamaan Muhammadiyah pada 1933 menjadi pembaharuan Islam dan pembentukan mental. Diprakarsai Abdul Manaf dan M Siddik. Lalu ada pula Nahdlatul Ulama oleh H Abdussamad dan Abd Majit,” imbuhnya.

Para peserta masih setia menyimak. Selanjutya materi dari Sarip. Di presentasinya, dia mulai memperlihatkan foto Gedung Nasional yang berlokasi di bilangan Panglima Batur. Sarip menjelaskan, di gedung tersebut ada sebuah Tugu 40 Tahun Kebangunan Nasional 1908–1948. Menjadi simbol kebangkitan nasional rakyat Kaltim.

“Aksara menjadi penanda sebagai hadirnya kebangkitan nasional di Kaltim. Sekaligus kunci peradaban literasi. Ada ditemukan aksara pertama di Muara Kaman yang tertulis di batu andesit berusia ±400 Masehi. Prasasti Yupa jadi pelopor kebangkitan literasi di Indonesia,” jelasnya.

Dunia pers dan jurnalistik pun memiliki andil pada kebangkitan nasional di Kaltim. Diawali dengan terbitnya majalah mingguan Persatoean yang dipimpin Maharadja Sajuti Lubis. Lalu muncul surat kabar lainnya. Perkumpulan dagang pribumi ditandai oleh Handelmaatschappij Borneo Samarinda (HBS). Didirikan Ali Barack, Anang Matarib, Abdul Manaf, dan Yusuf Arieph. Inisiator cabang Sarekat Islam pada 1913. Hingga mengenang AM Sangaji yang merupakan tokoh Sarekat Islam dan mengajarkan perihal wawasan kebangsaan dan kesadaran kemerdakaan Indonesia.

“Kaltim jadi elemen penting dalam sejarah Indonesia sejak zaman aksara dan membentuk solidaritas kebangsaan. Organisasi lain mulai bermunculan karena tatanan hierarki yang dibentuk kolonial,” imbuh Sarip.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X