JAKARTA- Pandemi corona yang berimbas pada berbagai pembatasan akses dan mobilitas, membuat pelaku usaha logistik memutar strategi agar bisnis terus berjalan. Pelaku logistik sendiri sebenarnya cukup diuntungkan dengan posisi masyarakat yang sebagian besar di rumah, karena trafik pengiriman barang menjadi lebih meningkat. Untuk itu, pengusaha berupaya menjaga momentum tersebut dengan tetap beroperasi secara optimal.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo), Mohamad Feriadi mengatakan bahwa di tengah pandemi, sebagian perusahaan logistik harus merubah bisnis modelnya. ”Harus mencari strategi baru karena kalau kita lihat sekarang ini perusahaan kan kondisinya mengalami penurunan yang sangat signifikan. Misalnya yang biasa hanya mengandalkan jasa pengiriman udara, maka kali ini menambah akses melalui darat, begitu juga sebaliknya,” ujar Feriadi.
Menurut dia, saat ini banyak maskapai yang menambah akomodasi untuk pengiriman kargo. Hal tersebut dilakukan maskapai lantaran angkutan untuk penumpang masih sangat dibatasi. Menurut Feriadi hal itu juga menjadi keuntungan yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha logistik, karena harga pengiriman kargo menjadi sangat kompetitif. ”Saat ini kalau kami lihat memang maskapai sendiri banyak yang shifting untuk melayani kargo. Ini bisa menjadi opsi bagi pelaku usaha yang jalur transportasi daratnya terbatas karena PSBB dan sebagainya,” ujarnya.
Feriadi menjelaskan bahwa aktivitas jasa pengiriman sejauh ini masih relatif aman. Memang untuk segmen pengiriman B to B, disebut mengalami penurunan. Hal tersebut karena banyaknya kantor dan pabrik yang tutup. ”Namun, sebaliknya pebisnis yang model bisnisnya C to C malah akan mengalami kenaikan, karena pengiriman antarindividu semakin meningkat. Contohnya, pelaku jasa pengiriman ekspres yang sudah banyak melayani e-commerce,” tegasnya.
Mengenai tren pengiriman jelang lebaran, Asperindo mencatatkan adanya tren kenaikan pengiriman barang berupa hampers dan parsel. Feriadi mengatakan bahwa salah satu faktor pendorongnya yaitu adanya larangan mudik. Sebagai gantinya masyarakat saling bertukar mengirim parsel Lebaran. “Tren pengiriman meningkat. Kirim mengirim sudah menjadi budaya saat menjelang Ramadhan apalagi sekarang adanya imbauan agar masyarakat tidak mudik sehingga kita optimistis kiriman akan meningkat,” ujarnya.
Feriadi belum dapat menyebutkan persentase kenaikan volume pengiriman paket Lebaran tersebut. Menurutnya, angka persentase kenaikan baru bisa diprediksi menjelang peak season kiriman barang. Adapun, peak season biasanya terjadi seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri. “Peak season biasanya terjadi H-7 Lebaran. Jadi kita lihat nanti,” ujarnya.
Namun Feriadi memberi catatan bahwa meskipun terjadi kenaikan, persentasenya tidak sebesar Ramadhan tahun lalu. Menurutnya, kenaikan kiriman paket ini cenderung didorong dari tumbuhnya penjualan online akibat tutupnya ritel-ritel offline karena adanya penerapan PSBB. (agf)