Anggaran penggunaan Covid-19 yang bersumber dari dana sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) terus menjadi tanda tanya. Terbagi dalam tiga bagian, yakni Rp 290 miliar untuk penanganan bidang kesehatan, Rp 43 miliar untuk jaring pengaman sosial, serta Rp 16 miliar lainnya penanganan dampak ekonomi.
SAMARINDA–Jumlah anggaran yang terbilang besar dituntut pihak legislatif untuk transparan. Rabu (20/5), harian ini mencari kejelasan perincian dana ke Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda Sugeng Chairuddin. Bermaksud menjelaskan perincian alokasi dana terbesar dari anggaran penanganan bidang kesehatan.
Mematok Rp 290,7 miliar untuk penanganan bidang kesehatan, Sugeng tak menerangkan secara detail. Sama seperti sebelumnya ketika ditanya soal proyek pembangunan perpustakaan kota yang masih berjalan. Sugeng kembali menyarankan untuk meminta perinciannya ke organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, yakni Dinas Kesehatan (Diskes). "Bisa ke Dinas Kesehatan, beliau secara teknis yang tahu," balas Sugeng melalui pesan singkatnya.
Besaran jumlah alokasi dana yang terbagi dalam tiga bagian, lanjut dia, memang diberikan kewenangan ke masing-masing OPD terkait. Sehingga, perincian anggaran dan penggunaannya merupakan kewenangan masing-masing OPD. "Itu (dana) berdasarkan usulan mereka (OPD terkait)," sambungnya.
Sementara itu, Plt Kepala Diskes Samarinda Ismed Kusasi menerangkan, dari Rp 290,7 miliar, telah dipergunakan Rp 5,5 miliar. Termasuk untuk pembagian dana intensif tenaga medis penanganan Covid-19. "Pembagian insentif tenaga medis sudah dibagikan semua sejak minggu lalu, untuk IA Moeis hari ini (kemarin)," jelasnya.
Pembagian meliputi tenaga medis di Rumah Sakit IA Moeis dan UPTD Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Samarinda yang di bawah kewenangan Diskes Samarinda. Namun, ditanya perincian, Ismed tak menjelaskan. "Saya di luar, enggak hafal. Tanyakan ke Sekkot (Sugeng) langsung ya," ucap Ismed menyarankan kembali menanyakan perincian. "Yang jelas Rp 290 miliar itu buat kesehatan, kalau terjadi outbreak, tapi saya pastikan sudah melewati masa puncak Covid-19," jelasnya.
Menanggapi saling lempar penjelasan, Ketua DPRD Samarinda Siswadi merasa bingung dan mempertanyakan perincian penggunaan dana penanganan Covid-19. Bahkan, hingga saat ini, pansus yang telah dibentuk DPRD Samarinda belum mendapat perincian dari Pemkot Samarinda. "Antara internal mereka saja lempar-lemparan, apalagi sama kami. Makanya mereka enggak berani menjelaskan. Lihat nanti, kami tetap monitoring," ungkap Siswadi.
Siswadi menilai, Pemkot Samarinda tak ada transparansi dana. Bahkan terkesan tertutup. Sehingga, antar-OPD terkait saling melempar penjelasan ketika ditanya anggaran penanganan corona. Sekkot yang juga saat ini menjabat sebagai Plt BPBD Samarinda dinilai tak maksimal menjalankan tugasnya.
"Jadi Sekkot itu bingung. Enggak berani ketemu DPRD, mungkin dari segi data dan transparansi belum siap," tambahnya.
Meski dana penanganan terbagi dalam tiga bagian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda harus tetap menjadi leading sector. Jika tugas tersebut berjalan dengan baik, maka tak ada lagi saling melempar penjelasan antara pemkot dan OPD terkait. "Job description dia (Sugeng) belum berjalan, jadi ya saling lempar tanggung jawab, coba lihat di pusat, kan memang harusnya begitu," tegas Siswadi. "Korbannya ya masyarakat, harusnya bantuan dapat berjalan sebelum Lebaran," sambungnya.
Ditanya soal pemanggilan Sekkot yang diajukan DPRD Samarinda, Siswadi malah mempertanyakan kesiapan Sugeng. Pihaknya tetap menunggu kesiapan dari Sekkot. "Ya kami masih tunggu, kalau lewat media sosial ada keterbatasan. Harusnya ditanyakan kenapa hanya lewat media sosial," kuncinya. (*/dad/dra/k8)