Menulis, Pulihkan Kondisi Psikologis

- Kamis, 21 Mei 2020 | 14:47 WIB

Nurlia Santy Agustin

(Guru Penulis, MAN 2 Kutai Kartanegara)

 

 

Ada jutaan hikmah dari setiap kejadian, bahkan petaka. Begitu kira-kira nasihat orang tua yang sering digaungkan ketika menghadapi pandemi Covid-19 ini. Namun jangan sampai petaka itu diciptakan sendiri dengan menambah sebaran virus kebencian dan sentimen terhadap orang-orang yang “berbeda”.

Sebagaimana video viral prank youtuber yang menampar perasaan kaum transpuan dengan memberi berupa sampah. Tanpa menunggu waktu lama, remaja kini berada di balik jeruji. Namun jangan pula kita ikut-ikutan melempari sang remaja dengan caci maki. Biarlah ia mendewasa dengan pengalaman.

Dari sisi tahap perkembangan remaja, mereka memerlukan eksistensi dan pengakuan dari orang lain serta sedang belajar menuntaskan tugas perkembangan. “Mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik.”

Kalau zaman dulu ekspresi perasaan dan kisah-kisah pribadi lebih banyak menggunakan buku harian lengkap dengan gembok dan kunci. Kini diary hilang dari peredaran, tak banyak remaja yang mencarinya ataupun merasa kehilangan buku catatan harian. Kini kebiasaaan menulis di buku harian secara massif digantikan oleh kebiasaan remaja menulis curhatan di IG dan WA story, dinding Facebook dan media sosial lainnya.

Sebenarnya sama aktivitas katarsisnya hanya saja bedanya bahwa kegiatan menulis diary itu sangat privacy bahkan pakai gembok, sedangkan menulis curhatan di sosmed bersifat terbuka dan bisa menimbulkan pro dan kontra yang kadang tidak kita duga-duga malah membuat sang penulis status menuai luka, trauma dan depresi karena mendapatkan perundungan/bully.

Bukan hanya itu, perusahaan sekarangan banyak meminta CV yang dilengkapi dengan akun sosmed kita untuk menelusuri rekam jejak digital calon pegawainya. Apabila jejak digital kita sering kali mengeluh, mengucapkan sumpah serapah, nyampah dengan kata-kata rasis dan menyinggung SARA. Maka semua itu akan menjadi pertimbangan bagi perusahaan yang akan merekrut tenaga kerja.

Lalu, apabila pihak yang disinggung melapor ke aparat, bisa saja nyampah di sosmed itu tersangkut Pasal 27 Ayat 3 UU ITE yang melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan/mentransmisikan/informasi elektronik/atau dokumuen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang.

Lalu apakah kita berhenti menulis dengan memanfaatkan kemajuan teknologi? Tidak … jangan berhenti. Tetaplah menulis dengan cara yang tepat dan cermat.

Mari belajar memilah-milah mana cerita yang mesti ditulis secara gamblang dan mana yang perlu disamarkan atau dikemas dalam tata bahasa yang lebih santun dan berbudaya. (dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X