Tiga minggu sejak Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25/2020 berlaku, sarana transportasi darat antarkota bak mati suri. Kendaraan besar yang menghubungkan lintas kota dan kabupaten hanya terparkir rapi di terminal. Aktivitas keberangkatan publik berganti perawatan bus.
SAMARINDA–Seminggu menjelang Idulfitri, angin segar berembus terhadap angkutan darat. Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kaltim Ambo Dalle menyatakan, telah mendapat “lampu hijau” dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim.
Bus yang menghubungkan antarkota dan kabupaten bisa kembali beroperasi. Asalkan sesuai ketentuan surat edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4/2020. Dalle menyebut, angkutan darat beroperasi tak jauh sebelum Idulfitri. Paling lambat sehari sebelum Lebaran. "Kami sudah menyiapkan safety, kami akan cek suhu tubuh dan menyuruh cuci tangan nantinya," terang Ambo. "Bus juga sudah disemprot disinfektan sebelum jalan, dan sesudah jalan, jadi tetap menjaga," tambahnya.
Jika penumpang memiliki suhu di atas 38 derajat atau memiliki ciri-ciri terjangkit Covid-19, maka tidak akan diperkenankan. Bahkan akan dilaporkan ke petugas berwenang. "Jika nantinya berangkat dicek, dan di check point daerah juga diperiksa, ternyata hasilnya mengarah ke gejala corona, langsung diarahkan untuk karantina," tegasnya.
Prosedur penjualan tiket akan berubah. Tiket tak akan diperjualbelikan lagi di terminal. Penumpang bisa mendapatkan tiket di agen perusahaan bus yang telah ditentukan. "Itu untuk menghindari berkumpul masyarakat, kalau dari angkutan akan sediakan ruang tunggu," ucap pemilik PT Arafat Jaya tersebut.
Bahkan, untuk melancarkan angkutan darat bisa beroperasi, pria yang memiliki hobi membuat kliping media cetak itu berani mendapatkan pendapatan lebih kecil. Meski cemas dengan pendapatan seadanya, Dalle memikirkan roda perekonomian harus kembali berjalan. Bus dengan jumlah penumpang 50 orang akan dipangkas setengahnya. Hal itu dilakukan untuk menerapkan physical distancing. Dia juga merasa iba terhadap nasib para sopir bus yang tak berpenghasilan selama wabah Covid-19 melanda.
"Ya sopir itu nggak ada penghasilan jadinya (selama masa darurat), itu baru sopir, belum bicara nasib pekerja harian yang pendapatannya juga tak jelas," ungkapnya. "Jika masih dilarang, nasib sopir ini ibarat menangis tanpa air mata," kuncinya. (*/dad/dra/k8)