Industri Hilir Batu Bara Masuk Kutai Timur

- Selasa, 19 Mei 2020 | 13:35 WIB
Harapan hadirnya industri hilir di Kaltim perlahan mulai terjawab. Saat ini ada tiga perusahaan yang tertarik mengembangkan industri hilir batu bara di Kutai Timur senilai USD 2 miliar atau setara Rp 28 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar).
Harapan hadirnya industri hilir di Kaltim perlahan mulai terjawab. Saat ini ada tiga perusahaan yang tertarik mengembangkan industri hilir batu bara di Kutai Timur senilai USD 2 miliar atau setara Rp 28 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar).

Harapan hadirnya industri hilir di Kaltim perlahan mulai terjawab. Saat ini ada tiga perusahaan yang tertarik mengembangkan industri hilir batu bara di Kutai Timur senilai USD 2 miliar atau setara Rp 28 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar).

SAMARINDA - PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), PT Ithaca Resources, dan Air Products menjalin aliansi strategis membangun industri metanol di Batuta Industrial Chemical Park, Bengalon, Kutai Timur, Kaltim. Industri hilir batu bara pertama di Bumi Etam ini ditargetkan beroperasi pada 2024 mendatang.

Berdasarkan kontrak jangka panjang tersebut, PT BCI dan PT Ithaca Resources akan memasok bahan baku batu bara dan telah berkomitmen mengambil alih produksi metanol untuk dipasarkan di Indonesia. Batu bara yang dipasok dari tambang milik PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Ithaca Resources tersebut kemudian diolah oleh fasilitas produksi milik Air Products menjadi metanol.

Direktur Batuta Coal Industrial Port (BCIP) Harsa Wardana mengatakan, saat ini BCIP sudah melakukan kesepakatan untuk membangun kawasan tersebut. Proyek yang diklaim mampu memproduksi 1,8 juta ton metanol per tahun ini diharapkan beroperasi pada 2024.

Ke depannya, industri metanol akan mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) secara signifikan dan pada akhirnya akan mengurangi tekanan pada mata uang rupiah. Industri itu akan masuk dan mulai membangun di Kaltim pada 2021, lahannya sudah siap dibangun. Lahan di kawasan itu ada sebagian sudah dibeli, ada yang disewa. “Nanti kita siapkan lahannya, lalu PT BCI akan langsung membangun kawasannya,” jelasnya, Senin (18/5).

Wardana menjelaskan, kawasan Industri Kimia Batuta Coal Industrial Port (BCIP) memiliki 1.000 hektare. Lokasi yang dipilih adalah di Kecamatan Sangkulirang, Kaliorang dan Bengalon (Lubuk Tutung), Kabupaten Kutai Timur, Kaltim. Pembangunan industri biasanya hanya berlangsung dua tahun. Namun khusus proyek ini, karena lebih sulit akan memakan waktu lebih lama.

Pada 2021 membangun, kemungkinan baru akan beroperasi pada 2024 mendatang. “Wacana pembangunan pabrik ini sudah ada di mana-mana namun realisasinya di Kaltim. Ini merupakan pabrik batu bara pertama kita,” pungkasnya.

Terpisah, Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan investasi itu memang sudah dibicarakan. Nantinya industri itu akan mengolah batu bara dengan kalori rendah dan industri gas. “Kita akan siapkan seluruhnya. Kita akan permudah investor jika serius ingin membangun industri di Kaltim. Karena itu milik swasta, jadi sepenuhnya anggaran ada pada pihak swasta yang membangun,” ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan kebutuhan metanol di Indonesia telah mencapai 1,1 juta ton pada 2019. Sementara itu, Indonesia hanya memiliki satu produsen metanol, yaitu PT Kaltim Methanol Industri di Bontang, dengan kapasitas sebesar 660 ribu ton per tahun.

Alhasil, rencana pembangunan coal to methanol di BCIP di Kutai Timur menjadi angin segar. Karena diproyeksi akan mengolah 4,7–6,1 juta ton batu bara menjadi 1,8 juta ton metanol per tahun. “Proyek coal to methanol dengan proses gasifikasi batubara merupakan industri pionir di Indonesia. Hingga saat ini belum ada industri kimia dengan teknologi proses gasifikasi batu bara,” terangnya.

Agus berharap, konsorsium rencana pembangunan coal to methanol ini dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar hingga beroperasi secara komersial nantinya. “Dalam mendukung pelaksanaan proyek coal to methanol Kemenperin juga akan senantiasa mendampingi pelaksanaan proyek ini dan akan turut membantu mengatasi permasalahan teknis yang muncul,” tegasnya.

Menurut Agus, industri metanol merupakan industri petrokimia yang memegang peranan sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya. Bahan baku metanol sangat dibutuhkan dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, dan plywood. Metanol juga berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas.

Selain itu, metanol juga salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel dan dapat diolah lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai produk bahan bakar. “Metanol akan terus memainkan peran penting sebagai bahan baku utama di industri kimia. Hal tersebut secara pasti akan membuat kebutuhan metanol meningkat di masa mendatang,” ungkap Agus.

Proyek ini sejalan dengan target Pemerintah menerapkan penggunaan biodiesel B40 pada 2022 dan bertahap menjadi B100 pada 2024-2025. “Karena banyak dibutuhkan, maka industri metanol didorong agar tumbuh terus,” ujarnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X