Lockdown di Rusia turut berimbas ke penerbangan internasional. Niat mudik ke Samarinda harus dibatalkan.
DWI RESTU, Samarinda
BERPUASA hampir 20 jam cukup menguras tenaga. Namun, itu bukan hal baru bagi Marini Nur Shadrina. Tahun ini, adalah tahun keempat dia menjalani Ramadan di Rusia. Marini, begitu dia disapa, saat ini menempuh pendidikan di St Petersburg State Transport University.
Mahasiswi 21 tahun itu tak pernah risau dengan waktu puasa yang lebih lama ketimbang di Indonesia. “Sudah memasuki musim panas sih, tapi ya alhamdulillah, berasa lebih nikmat. Puasa pas lagi corona,” ujar alumnus SMA 10 Samarinda 2016 silam.
Lanjut dia, waktu puasa yang lebih lama membuat durasi berbuka cukup singkat. Jarak antara berbuka, tarawih, hingga sahur, hanya sekitar 3-4 jam. Tanpa makan dan minum di saat pandemi corona, diakui Marini, turut memengaruhi rutinitasnya.
“Tahun sebelumnya, pas puasa harus bolak-balik kampus-asrama. Kalau sekarang lewat daring, jadi lebih simpel,” ceritanya. Pemandangan lain pada tahun ini, lanjut dia, tidak boleh bepergian dan berkumpul lebih dari lima orang, Tidak ada tarawih dan tidak ada tenda Ramadan. Aktivitas Idulfitri pun diyakini tak seramai biasanya.
Berdasarkan data Worldometers, total kasus corona atau Covid-19 di Rusia menembus angka 1,5 juta. Satu strip di bawah Amerika Serikat. Kondisi itu membuat pemerintah Rusia memberlakukan lockdown dan belum ada tanda-tanda pelonggaran pengetatan aktivitas.
“Meski lockdown, supermarket dan toko-toko makanan masih buka, tapi sebagian restoran tutup,” tambahnya.
Namun, mahasiswi semester VI jurusan Railway Traffic Management System ini mengaku tidak gelisah. “Jadi lebih banyak kegiatan di luar perkuliahan yang bisa dilakukan,” sambungnya. Bersama rekan-rekannya, rutinitas yang belakangan digeluti adalah bercocok tanam.
Seperti menanam daun bawang dan seledri. Selain mengisi waktu, kegiatan itu untuk mengantisipasi kekurangan bahan makanan saat pandemi. Dia dan temannya menggunakan baskom ukuran sedang atau botol bekas air minum. Tanah untuk menanam tak sulit didapat. Sehingga, perempuan yang hobi memasak dan membaca itu tak kesulitan bercocok tanam.
“Jadi lebih produktif,” ungkapnya. Kebiasaan lain Marini dan rekan-rekan di tengah pandemi saat Ramadan adalah belajar make up. "Seenggaknya itu bisa mengurangi kepenatan di sini," tambahnya. Selama Rusia lockdown sementara, Marini menyebut, warga masih diperkenankan keluar rumah. “Di asrama diberlakukan untuk tidak keluar lebih dari dua jam, kalau terpaksa keluar sekadar membeli bahan-bahan makanan yang habis. Di sini wajib pakai masker,” sambungnya. Marini mengaku beruntung berdiam di St Petersburg. Bahan makanan mudah terjangkau saat lockdown.
Pemberlakuan lockdown di Rusia turut berimbas ke penerbangan internasional. Dia pun tak berencana mudik ke Indonesia. Selain adanya pandemi corona, dia ingin kembali setelah kuliahnya tuntas. (riz/k16)