Infeksi Kulit dan Mata, Perkembangan Gejala Virus

- Minggu, 17 Mei 2020 | 17:47 WIB
SAMPEL: Dideteksi antibodi dalam darah orang yang terinfeksi, yang nantinya akan membentuk antibodi terhadap virus. Sehingga dapat diketahui apakah reaktif atau tidak. (ANGGI PRADITHA/KP)
SAMPEL: Dideteksi antibodi dalam darah orang yang terinfeksi, yang nantinya akan membentuk antibodi terhadap virus. Sehingga dapat diketahui apakah reaktif atau tidak. (ANGGI PRADITHA/KP)

PASIEN positif terus bertambah, begitu pula dengan angka kematian yang masih bisa dikatakan tinggi. Cara pencegahan kerap diingatkan berulang kali. Meski begitu, tetap saja potensi terpapar virus corona atau Covid-19 ini bisa datang kapan saja dan menyerang siapapun. Dianggap sebagai virus yang penyebarannya sangat minim terlihat namun berakibat fatal. Sejak awal diumumkan kasus positif pertama, pemerintah menyampaikan gejala-gejala yang umumnya mengantarkan seseorang mengidap virus corona. Sebut saja batuk, sakit tenggorokan, demam, hingga sesak napas.

Melihat gejala umum yang biasanya awam terjadi, masyarakat jadi lebih waspada. Melihat kondisi saat ini, mulai ditemukan gejala-gejala lain di luar gejala umum tersebut. Beberapa di antaranya cukup mengejutkan karena tak disangka gejalanya bisa berkembang lagi. Dilansir dari beberapa sumber, gejala di kulit dan mata pun bisa disebut sebagai tanda-tanda positif corona. Sebagai contoh, persatuan dokter spesialis kulit dan kelamin di Prancis mengungkapkan bahwa gejala dermatologis pun memengaruhi tubuh di luar sistem pernapasan. Kemudian sebagian pasien di Tiongkok mengeluhkan sakit di mata mereka dan terbukti positif. Jurnal kesehatan di Amerika pun sudah menelitinya.

Kaltim Post pun menghubungi dr Daulat Sinambela, SpKK, FinsDV demi penjelasan lebih lanjut. Disebutkan Daulat, kelainan kulit yang timbul tidak dapat menunjukkan itu suatu infeksi virus corona. Sebab, gejala kulit yang ditimbulkan sama seperti infeksi virus pada umumnya. Sehingga bisa disebut sebagai gejala penyerta dari keseluruhan gejala Covid-19.

Kelainan kulit yang ditimbulkan belum bisa ditentukan waktu spesifiknya. Namun, secara umum bisa terjadi saat pasien mulai mengarah ke demam. Ciri-cirinya timbul bercak merah atau kerumut. Bisa pula lepuhan kecil seperti cacar air, serta bercak merah keunguan yang dapat timbul di mana pun. Bahkan, dapat berubah menjadi bercak merah bengkak di sekitar tangan dan kaki sampai membentuk koreng. Gejala-gejala tersebut tidak pasti dengan kelainan. Melainkan karena virus baru dan masih harus dipelajari.

“Penyebab kelainan kulit itu masih dipelajari di seluruh dunia. Sampai saat ini, diduga karena adanya suatu reaksi hipersensitivitas atas gangguan imun yang terjadi. Kelainan biasanya berbarengan dengan demam dan kelainan pada paru-paru,” jelas Daulat saat dihubungi awal pekan lalu.

Di Kaltim, Daulat mendapat informasi dari kawan sejawatnya bahwa sudah ditemukan satu pasien di Berau yang mengalami kelainan kulit. Secara umum, ada pula info terjadi beberapa kasus di Indonesia dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski). Sampai saat ini, jumlah kasus dengan kelainan kulit secara keseluruhan sedang dilakukan penelitiannya oleh beberapa dokter.

Ada enam kelainan kulit yang ditemukan. Pertama, urticaria yakni seperti biduran, morbilliform seperti kerumut atau campak, vesicular seperti cacar air, petechial seperti demam berdarah, acral ischemia yakni tampak merah bengkak di ujung kaki sampai menjadi koreng, dan livedo reticularis yakni kulit berubah biru keunguan. Kelainan kulit tidak sampai menimbulkan kematian. Terkecuali untuk acral ischemia jika kondisinya sudah sangat parah. Sedang dipelajari di seluruh dunia hingga saat ini.

“Secara umum, kelainan kulit tak sulit diterapi sehingga tidak menjadi masalah utama. Kelainan kulit yang timbul pun karena dampak infeksi Covid-19. Jadi bukan kelainan kulit yang mampu menularkan. Tetap si virus yang menularkan,” lanjut Daulat.

World Health Organization (WHO) telah menetapkan kelainan kulit sebagai salah satu gejala. Daulat pun menegaskan jika pasien terbebas dari virus, maka kelainan kulitnya pun akan ikut sembuh. Daulat pun tetap mengimbau bagi masyarakat yang merasa baru bepergian dari zona merah atau tak melakukan physical distancing. Terlebih jika muncul sesuatu di kulit mereka. Baiknya dikonsultasikan dengan ahli agar segera diobati.

Beralih ke gejala yang terjadi di mata, dr Nur Khoma Fatmawati, MKes, SpM menjelaskan bahwa kondisi mata yang merah, gatal, bengkak, dan berair bisa jadi salah satu indikasi terpapar virus corona. Istilah medisnya disebut konjungtivitis. Sampai saat ini, belum ada laporan resmi di Indonesia bahwa yang matanya terganggu dan telah dilakukan tes PCR resmi dinyatakan terpapar virus corona. Namun seandainya sudah terjadi, bisa saja sedang diteliti lebih lanjut atau belum dipublikasikan. Begitu pula di Kaltim, belum diketahui secara detail.

Menurut sepengetahuan Nur, di Provinsi Hubei, Tiongkok penemuan kasus gangguan mata tersebut sudah dilaporkan secara resmi. Lebih lanjut, konjungtivitis adalah kondisi di mana terjadi iritasi atau peradangan di konjungtiva yang menutupi sebagian putih bola mata. Umumnya memang disebabkan oleh alergi, infeksi bakteri atau virus. Dalam hal ini, virus corona jadi penyebab utama. Penularannya mudah sekali dan melalui kontak dengan sekresi mata dari orang terinfeksi. Biasanya, manifestasi sakit mata seperti itu tidak di mata saja. Bisa disertai nyeri tenggorokan atau demam.

“Kalau seperti sekarang, khususnya para dokter spesialis mata yang memeriksa mata merah benar-benar harus memakai dan memerhatikan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat. Pemeriksaan kan matanya harus dibuka dalam jarak dekat. Terlebih mata merah itu penularannya cepat dan berisiko besar,” jelas dokter berhijab itu.

Jika ada kejadian pasien positif corona dan memiliki gejala di matanya, sudah pasti penyembuhan virus yang diutamakan lebih dulu. Mengingat posisinya sebagai penyebab utama. Konjungtivitis memang tidak sampai mengganggu penglihatan. Namun jika terjadi komplikasi buruk, bisa saja menyebar hingga kornea dan menjadi keratokonjungtivitis. Walhasil, penglihatan terganggu. Waktu penularan bagi yang ada gejala di mata sama seperti penularan umum dengan droplet.

Seandainya ada seseorang yang baru bepergian dari zona merah dan matanya memerah, tentu perlu diwaspadai. Khusus mata, ada beberapa tindakan preventif. Salah satunya bisa menggunakan kacamata agar tak mudah menyentuhnya. Kemudian, hindari pemakaian softlens. Durasi mengidap konjungtivitis pada masing-masing orang berbeda. Bergantung pada penyebab dan daya tahan tubuh. Jika dikaitkan dengan virus corona, maka bergantung pada seberapa lama virus itu mengidap di dalam tubuh. Seandainya pasien dirawat pun, pengobatan yang diberikan pada mata masih sebatas penanganan konjungtivitis biasa.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X