Pertahankan Rasa, Tak Ingin Ubah Harga

- Minggu, 17 Mei 2020 | 17:41 WIB
TANTANGAN: Terbiasa mengurus proyek dan dilatar belakangi pendidikan Teknik Sipil membuat Agus kadung nyaman dengan profesi terdahulu. Namun berani ambil tantangan di bisnis dan belajar dari nol.
TANTANGAN: Terbiasa mengurus proyek dan dilatar belakangi pendidikan Teknik Sipil membuat Agus kadung nyaman dengan profesi terdahulu. Namun berani ambil tantangan di bisnis dan belajar dari nol.

Berlatar belakang pendidikan Teknik Sipil membuat Muhammad Agus Nasir tak pernah berpikir untuk berbisnis. Disebabkan satu dan lain hal, dia memberanikan diri keluar dari zona nyaman. Banyak belajar dari penggiat bisnis lain. Hingga kini, Agus selalu meyakini bahwa bisnis harus selalu dijalani dengan aksi. Meskipun prosesnya disertai lika-liku.

 

SAAT disambangi awak Kaltim Post pada awal pekan lalu, outlet sederhana di bilangan Lambung Mangkurat Samarinda itu ramai dikunjungi pembeli. Terlihat dua karyawan sibuk melayani pesanan. Tak terkecuali sang pemilik yang ikut membantu. Dialah Muhammad Agus Nasir. Di sela-sela kesibukannya, masih menyempatkan diri berbagi kisah mengenai Roti Gembong Happy yang dia dirikan pada 2016 silam.

Bisnis bisa dikatakan bukan pilihan pertama Agus. Mengenyam pendidikan di Sekolah Teknologi Menengah (STM) membuat dia memutuskan lanjut kuliah di Program Studi Teknik Sipil pada 1999. Semasa kuliah pun Agus sudah bekerja di bidang yang relevan dengan pendidikannya. Lulus pada 2005, masih lanjut sebagai tenaga freelance.

Hingga bergerak di ranah konsultan dan kontraktor. Pekerjaan Agus masih lancar, proyek-proyek pembangunan masih diterima, keuangan stabil dan bagus. Antara 2014-2015, perekonomian memburuk karena batu bara menurun. Kariernya ikut terdampak. Hanya mampu bertahan hidup dengan uang tabungan tersisa. Agus putar otak. Mencari cara agar tetap bisa menghasilkan uang. Akhirnya mencoba peruntungan di kuliner pada awal 2016.

“Istri saya itu pintar masak. Jadi kami buat katering makan siang dengan nama Kedai Tiga Rasa. Promosinya waktu itu di Facebook. Istri yang masak, saya yang antar ke rumah pembeli,” jelas pria berkacamata itu.

Kala itu, dalam sehari omzet yang didapat bisa sekitar Rp 200-300 ribu. Lumayan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sempat pula membuka kedai di pinggir Jalan Lambung Mangkurat menjual bubur manado. Tak mau gengsi. Menurutnya, itu pekerjaan halal dan demi keluarga pula.

Namun, saat ada kompetitor yang menjajal bisnis serupa, katering Agus dan istri hanya mampu bertahan tiga bulan. Pada tahun yang sama, Agus mendapat informasi dari grup WhatsApp bahwa segera dibuka kelas bisnis di Mini University Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Kaltim. Melihat mentor-mentor yang sudah berpengalaman dengan bisnis masing-masing, membuat Agus terinspirasi.

Bersama Fitri, sang kakak, Agus coba berjualan lagi dengan menu puding dan aneka takjil di kawasan Lambung Mangkurat. Kemudian berganti lagi menjual nasi goreng dan bubur manado. Kala itu, Fitri sudah lebih dulu mengincar bisnis roti gembong. Sembari menjual bubur manadonya, Agus pun ikut membantu bisnis sang kakak karena Fitri harus pergi ke Tenggarong. Kebetulan, mereka berjualan di tempat yang sama. Dari situ, dia banyak belajar dan sadar bahwa berbisnis bukan hal mudah. Setelah melihat-lihat, Agus sadar peminat terhadap roti gembong lebih tinggi.

“Jadi saya belajar ke kakak. Enggak mau kehilangan peluang. Akhirnya saya jual dua menu, roti gembong dan bubur manado. Tapi diputuskan untuk lebih fokus dengan roti. Waktu itu seadanya saja, brand pun belum tepat namanya,” imbuh Agus.

Pembelajaran di kelas bisnis terus dia ikuti. Agus ingat, di salah satu kelas ada mentor yang berkata bahwa apapun produk yang dijual pastikan itu bisa memberi efek menyenangkan bagi semua orang. Tercetuslah nama Happy sebagai brand hingga akhirnya roti gembong milik Agus ramai diperbincangkan. Awal merintis dengan brand Happy, dalam satu hari 1.000 lebih roti ludes terjual. Pada 2017, grafik penjualan mulai stabil dan omzet meningkat.

“Sempat produksi pakai hand mixer untuk 50 loyang per hari. Akhirnya belajar sama pengusaha lain untuk produksi dalam jumlah banyak. Saat memakai mesin mixer, hasil roti juga lebih maksimal dan ada 120 loyang per hari,” jelas ayah tiga anak itu.

Sebenarnya ada tujuh outlet Roti Gembong Happy. Namun disebabkan kondisi pandemi saat ini, Agus terpaksa menutup empat lainnya. Jika keadaan sudah membaik akan segera dibuka kembali. Bahkan menambah di tempat lain. Agus menganggap wajar, jadi salah satu strategi agar bisnis tetap bertahan di kondisi genting. Hingga detik ini, ada 15 orang yang dipekerjakan Agus. Ke depannya, Agus ingin berinovasi dengan menambah beberapa jenis produk seperti kopi dan donat. Serta tetap pertahankan harga.

“Kalau sekarang, pertahankan kualitas yang ada. Rasa itu paling penting di kuliner. Jualan boleh sama tapi rasa harus beda. Soal produksi itu saya masih sering mengontrol. Segmentasi pasar pun perlu ditentukan,” pungkasnya. (*/ysm/rdm)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X