Ekspor Tertekan, Neraca Dagang Defisit USD 350 Juta

- Sabtu, 16 Mei 2020 | 11:49 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA – Pandemi Covid-19 terus membawa dampak pada kinerja ekspor impor RI. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang April 2020 mengalami defisit hingga USD 350 juta. Angka itu lebih baik jika dibangdingkan dengan April 2019 yang tercatat defisit USD 2,3 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, defisit April tahun ini dipicu angka ekspor yang lebih kecil dibanding impor. Adapun angka ekspor April 2020 mencapai USD 12,19 miliar sedangkan impor sebesar USD 12,5 miliar.

‘’Kalau kita gabungkan ekspor dan impor April 2020 sehingga pada April 2020 defisit mengalami USD350 juta. Defisit ini jauh lebih landai dibandingkan April 2019,’’ ujarnya dalam video conference di Jakarta, kemarin (15/5).

Suhariyanto memerinci, penurunan ekspor terjadi pada seluruh sektor, baik migas maupun non migas. Ekspor migas menurun 6,55 persen dari USD 650 juta menjadi USD 610 juta (mtm). Sementara ekspor non migas jatuh lebih dalam. Sebab, jika dibandingkan Maret 2020, penurunan mencapai 13,66 persen dari USD 13,42 miliar menjadi USD 11,58 miliar (mtm).

Penurunan paling dalam terjadi pada ekspor tambang yang mencapai 21,11 persen. Sementara ekspor industri pengolahan dan pertanian turun masing-masing 12,26 persen dan 9,82 persen.

‘’Penurunan ekspor industri pengolahan terjadi pada komoditas kendaraan roda empat atau lebih, pakaian jadi, kimia dasar organik. Ini karena pelemahan permintaan sehingga volume menurun,’’ kata dia.

Untuk kinerja impor April 2020, tercatat penurunan tajam pada impor migas hingga 46,83 persen dibanding Maret. Jika dilihat dari penggunaan barang, impor barang konsumsi maupun barang baku tercatat turun. Namun, impor barang modal naik 9 persen dibandingkan Maret.

Penurunan impor barang konsumsi antara lain terjadi pada buah-buahan dari Tiongkok. Sedangkan kenaikan impor barang modal didorong oleh processing unit komputer dan jaringan telepon seluler.

‘Komposisi penurunan impor perlu diperhatikan dan waspadai. Ini karena kalau impor bahan baku pengaruh ke pertumbuhan industri dan perdagangan, kalau impor barang modal pengaruh ke komponen investasi di pertumbuhan ekonomi,’’ tegasnya.

Defisit neraca perdagangan juga dialami di daerah, salah satunya Jawa Timur (Jatim). Pada April lalu, neraca perdagangan Jatim deficit USD 441,02 juta. Secara kumulatif pun, sejak Januari hingga April neraca perdagangan Jatim juga deficit, yakni senilai USD 95,88 juta.

Nilai ekspor Jatim pada April 2020 tercatat senilai USD 1,37 miliar, turun sebesar 12,85 persen dibandingkan ekspor pada periode yang sama tahun lalu. Sedangkan nilai impor pada April 2020 tercatat senilai USD mencapai USD 1,81 miliar. Angka tersebut turun sebesar 17,46 persen dibandingkan April 2019.

“Penurunan ekspor lebih besar disbanding impor,” kata Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan. Kondisi pandemi turut memengaruhi demand dan supply side sehingga arus perdagangan internasional pun terpengaruh. Perubahan ini terjadi baik pada perdagangan migas maupun komoditas non migas.

Menjelang Lebaran, impor barang konsumsi cenderung stagnan. Impor barang konsumsi hanya tumbuh 0,90 persen secara year on year (yoy) menjadi USD 200,91 juta. Impor sayur-sayuran, bawang putih, apel dan jeruk mandarin cenderung meningkat.

Di sisi lain, impor bahan baku masker dan alat pelindung diri (APD) naik. “Namun impor obat dan vitamin cenderung turun,” imbuh Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jatim Satriyo Wibowo. Secara umum, impor alat Kesehatan pada April tercatat senilai USD 15,77 juta, naik disbanding impor pada Maret yang senilai USD 14,99 juta.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X