Perpres BPJS Kesehatan Digugat Lagi

- Sabtu, 16 Mei 2020 | 11:47 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA – Belum sepekan Peraturan Presiden 64 Tahun 2020 diundangkan, sudah ada ayng mengajukan gugatan. Di sisi lain, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Perpres 64/2020 bisa diganti dengan mengoptimalkan cara lain. Salah satunya adalah menagih tunggakan mereka yang tidak bayar.

Advokat sekaligus pengacara M Sholeh memasukkan gugatan terhadap Perpres 64/2020 ke Mahkamah Agung kemarin (15/5). "Hari ini kami mengajukan JR melalui PN Surabaya, di mana sudah pernah dibatalkan MA pada 27 Februari kemarin tetapi sayangnya pemerintah membuat perpres baru," jelas Sholeh.

Dia membenarkan kalau jumlahnya mungkin lebih rendah daripada perpres sebelumnya. Kenaikan tidak sampai 100 persen. Namun, menurutnya langkah pemerintah menaikkan kembali iuran juga tidak elok dan tidak peka dengan situasi masyarakat saat ini yang kesulitan ekonomi.

Kemudian, dia juga menyayangkan substansi perpres yang sebenarnya sama saja dengan Perpres 75/2019. "Pada saat pemerintah membuat perpres yang substansinya sama, maka ini sama saja pemerintah melecehkan MA yang sudah membatalkan perpres sebelumnya," lanjut Sholeh.

Dengan kedua landasan tersebut, Sholeh berharap MA dapat segera menangani gugatan JR tersebut dan kembali membatalkan perpres yang dinilai merugikan masyarakat. "Mohon dukungannya supaya tidak sampai tanggal 1 Juli 2020, MA sudah membuat keputusan pembatalan," ujarnya. (deb)

Sementara itu, DPR terus mendesak Pesiden Jokowi untuk membatalkan Perpres Jaminan Kesehatan. Saleh Partaonan Daulay, anggota Komisi IX DPR RI mengatakan, ada empat alasan kenapa perpres itu harus dibatalkan.

Pertama, kata Saleh, perpres itu dinilai tidak mengindahkan pendapat dan anjuran yang disampaikan oleh DPR. Padahal, dewan telah menyampaikan keberatannya terhadap rencana kenaikan itu melalui rapat-rapat di komisi IX dan rapat-rapat gabungan komisi IX bersama pimpinan DPR.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PAN itu, jika merujuk pada Pasal 31 UU tentang MA yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal itu mengamanatkan dua hal. Yaitu, sesuatu yang dibatalkan berarti tidak dapat digunakan lagi. Selain itu, kalau sudah dibatalkan, maka tidak boleh dibuat lagi. "Apalagi, substansinya sama, yaitu kenaikan iuran," terang dia.

Alasan kedua, tutur Saleh, pemerintah dapat dinilai tidak patuh pada putusan MA Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Bisa jadi orang berpendapat bahwa dengan menerbitkan perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS, pemerintah dianggap menentang putusan peradilan. Padahal, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.

Sejak awal, Komisi IX menilai belum tepat waktunya untuk menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah. Aneh sekali, lanjut dia, ketika pandemi Covid-19, pemerintah malah menaikan iuran. "Padahal, semua orang tahu bahwa masyarakat dimana-mana sedang kesusahan," tutur dia.

Wakil Ketua MKD itu mengatakan, keluarnya perpres semakin mengukuhkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif. Padahal, di dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi. Karena itu, keputusan-keputusan ketiga lembaga itu harus saling menguatkan, bukan saling mengabaikan.

Alasan ketiga, keluarnya perpres diyakini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pasalnya, masyarakat banyak sekali yang berharap agar pemerintah mengikuti putusan MA. Namun kenyataannya, pemerintah malah kembali menaikkan.

Jika iuran naik, bisa saja masyarakat akan ramai-ramai pindah kelas. Kelas I dan II bisa saja mutasi kolektif ke kelas III. Selain itu, bisa juga orang enggan untuk membayar iuran. Bahkan, bisa saja orang tidak mau mendaftar jadi peserta mandiri.

Dan banyak lagi kemungkinan lain yang bisa terjadi sebagai konsekuensi dari kenaikan iuran ini. "Kalau semua itu terjadi, pasti akan berdampak pada kolektabilitas iuran dan penghasilan BPJS, " urai mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X