Gelombang Protes Kenaikan BPJS Kesehatan Terus Muncul

- Jumat, 15 Mei 2020 | 22:55 WIB
KEMBALI NAIK: Peserta BPJS yang mengajukan klaim di Loket BPJS Kesehatan Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda, beberapa waktu lalu. RAMA SIHOTANG/KP
KEMBALI NAIK: Peserta BPJS yang mengajukan klaim di Loket BPJS Kesehatan Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda, beberapa waktu lalu. RAMA SIHOTANG/KP

JAKARTA - Gelombang penolakan terhadap kenaikan iuran peserta JKN terus bermunculan. Giliran serikat pekerja yang menyatakan keberatannya atas rencana kenaikan iuran pada Juli mendatang.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, setidaknya ada tiga alasan yang mendasari penolakan KSPI terhadap kenaikan iuran tersebut. Pertama, masyarakat berpotensi terganggu layanan kesehatannya. Pasalnya, kenaian iuran ini memberatkan mereka. Terlebih, saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya. Sehingga mereka tak lagi memiliki kemampuan mengiur. Kalau sudah begitu, berisiko tidak membayar dan menyebabkan status kepesertaannya non aktif. Artinya, mereka tak bisa memanfaatkan lagi layanan kesehatannya.

”Negara seharusnya berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah membebani rakyat dengan menaikkan iuran,” ujarnya.

Kedua, KSPI menilai kenaikan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU 40/2004 tentang SJSN dan UU 24/2011 tentang BPJS. Dimana disebutkan, bahwa BPJS Kesehatan bukanlah BUMN tetapi badan hukum publik. ”Sehingga, pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari “pemilik” BPJS Kesehatan. Yakni, mereka yang mengiur iuran,” katanya.

Lagi pula, lanjut dia, Mahkamah Agung sudah membatalkan Pepres No 75 Tahun 2019 yang sebelumnya menaikkan iuran. Dia menilai, harusnya hal itu dijalankan karena sudah diputuskan oleh hukum. Bukan malah mengakal-akali untuk memaksakan kehendak.

Oleh karena itu, KSPI meminta pemerintah mentaati putusan MA. Namun jika enggan, KSPI berencana mengajutan gugatan kembali ke MA utnuk membatalkan perpres tersebut. ”Sehabis lebaran KSPI akan mengajukan gugatan ke MA,” tegasnya. Selain itu, KSPI juga meminta DPR untuk mengambil sikap politik dengan memanggil Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan RDP guna membatalkan Perpes tersebut.

Protes atas Perpres 64/2020 juga datang dari serikat pekerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai tidak tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan dalam kondisi krisis seperti saat ini. "Pak Presiden, kami minta ini dibatalkan karena rakyat, khususnya buruh sedang dilanda kesusahan," kata Presiden KSPI Said Iqbal, kemarin.

Dia membeberkan tiga alasan atas penolakan tersebut. Pertama, Perpres 64/2020 dinilai melanggar konstitusi UUD 1945. Persisnya pasal 28 H ayat 1. Pasal itu berbunyi, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

Nah, dengan kenaikkan iuran BPJS, ujar dia, ada potensi pengurangan hak warga untuk memperoleh layanan kesehatan. Karena kenaikan iuran akan memberatkan beban masyarakat. Apalagi saat ini lebih dari dua juta pekerja telah kehilangan mata pencaharian akibat gelombang PHK dan dirumahkan. "Negara seharusnya berkewajiban melindungi kesehatan seluruh rakyat. Bukan malah memberi beban dengan menaikkan iuran,"  bebernya.

Alasan kedua, KSPI menilai kenaikan iuran bertentangan dengan ketentuan UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011 tentang BPJS.

Di regulasi itu disebutkan bahwa BPJS Kesehatan bukanlah BUMN. Tetapi berbentuk badan hukum publik. Sehingga pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari pemilik BPJS Kesehatan. "Pemilik BPJS Kesehatan adalah mereka yang mengeluarkan iuran. Yaitu masyarakat," ujar Said Iqbal.

Ketiga, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Pepres 75/2019 yang sebelumnya menaikkan iuran. Sehingga seharusnya untuk sesuatu yang sudah diputuskan oleh lembaga hukum harus dijalankan.

Oleh karena itu, KSPI meminta pemerintah mentaati putusan MA.

Bagaimana jika pemerintah tak merespon? Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyono menyampaikan akan menempuh langkah hukum. Yaitu dengan menggugat Perpres 64/2020 ke MA untuk dibatalkan. "Selain upaya hukum, kami juga mendesak DPR mengambil sikap politik menolak Perpres itu," imbuh Kahar.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X