Tak ada yang luput dari wabah Coronavirus Disease (Covid-19). Apapun profesinya, dari kalangan mampu atau tidak, semua merasakan dampaknya.
DIBERLAKUKANNYA kegiatan belajar-mengajar (KBM) melalui sistem dalam jaringan (daring), ada suka-duka di balik aktivitas tersebut. Hal itu berdampak pada nasib guru honorer yang mendapatkan gaji tidak sesuai dengan semestinya. Di Kaltim, ada 2.247 tenaga pengajar berstatus honorer dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Dari ribuan guru, Dwi Rahayu, yang berstatus honorer olahraga di salah satu SD di Kecamatan Sungai Pinang, menjadi yang terdampak Covid-19. Gaji yang tak seberapa dari guru honorer tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. “Sebelum ada virus ini, ada penghasilan tambahan menjadi guru ekstrakurikuler dan guru les. Tapi sekarang kondisinya berbeda, harus mengikuti anjuran pemerintah untuk melakukan physical distancing. Jadi, saya tidak bisa mengharapkan dari itu lagi,” ujarnya.
Walaupun work from home (WFH), dia menuturkan cukup senang lantaran bisa lebih banyak berkumpul dengan keluarga. Namun, di sisi lain, sedih lantaran pemasukan berkurang drastis. Tinggal di rumah kontrakan yang mengharuskan untuk membayar bulanan pun tidak cukup hanya dengan gaji seorang guru honorer. Sehingga, mengharuskannya mencari pekerjaan tambahan untuk melanjutkan kehidupan.
“Uangnya ada aja, tapi buat bayar rumah enggak cukup. Jadi harus ada kerjaan sampingan. Karena sewa rumah harus tetap bayar, makan sehari-hari, bantu orangtua,” ungkapnya. Dia pun tak malu ketika mencari pekerjaan sampingan meski dengan statusnya sebagai honorer. “Yang penting jadi uang, tapi yang jelas halal karena memang harus ada tambahan. Orangtua sering sakit, jadi saya minta tidak usah bekerja. Biar saya yang cari tambahan,” sambungnya.
Sudah menjadi guru lebih 10 tahun, membuatnya tegar menghadapi kondisi seperti saat ini. Apapun dilakukannya agar dapat uang tambahan. “Sehari-hari sambil ngojek, jaga konter handphone, sampai bantu panen jagung dilakukan. Kan lumayan bisa tambah pemasukan,” ungkapnya.
Meski demikian, dia tetap memenuhi kewajibannya sebagai seorang guru untuk mengajar. “Saya kan mengajar pukul 10.00 dan 13.00 Wita, jadi sebelum itu saya sudah menyiapkan tugas kepada siswa. Sehingga, ketika sudah masuk jam pelajaran, tinggal saya kirim. Sedangkan untuk memeriksa tugas, biasanya saya memeriksa setelah pulang kerja, biasanya jelang Magrib,” jelasnya.
Harapan Dwi dan kebanyakan orang sama, berharap pandemi segera berlalu. “Tapi banyak warga lain yang di-PHK, punya anak banyak, jadi susah sekali,” tandasnya.
Dia berpesan kepada pemerintah untuk lebih memerhatikan mereka. Pasalnya, masih banyak bantuan yang belum terbagi secara merata kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
“Karena saya tidak mau merengek, jadi saya diam. Saya bekerja biar dapat duit,” pungkasnya. (*/ela/dra/k8)