Waspada Harga Batu Bara Terperosok

- Selasa, 12 Mei 2020 | 10:49 WIB
Kejatuhan harga acuan batu bara akibat pandemi virus corona (Covid-19) telah menimbulkan kinerja keuangan enam dari 11 produsen batu bara di Indonesia merosot.
Kejatuhan harga acuan batu bara akibat pandemi virus corona (Covid-19) telah menimbulkan kinerja keuangan enam dari 11 produsen batu bara di Indonesia merosot.

Tertekannya harga acuan batu bara (HBA) sejak awal tahun diperkirakan berdampak buruk pada kinerja keuangan perusahaan tambang emas hitam di Bumi Etam.

 

BALIKPAPAN - Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) dalam kajian terbarunya mengungkapkan kejatuhan harga acuan batu bara akibat pandemi virus corona (Covid-19) telah menimbulkan kinerja keuangan enam dari 11 produsen batu bara di Indonesia merosot. Bahkan aliran kasnya negatif.

Penulis Laporan dan Analis Keuangan IEEFA Ghee Peh mengatakan penurunan harga acuan batu bara Newcastle dari USD 70 per ton pada Januari ke USD 58 per ton merupakan pukulan berat bagi pelaku industri Tanah Air.

Padahal dalam dua tahun terakhir merupakan tahun yang baik bagi produsen batu bara Indonesia karena harga acuan batu bara mengalami peningkatan yang tetap. Namun, memasuki akhir 2019 dan tahun ini terjadi dengan tiba-tiba dan tidak ada proyeksi akan harga terendah (floor price) atau suatu kerangka waktu untuk pemulihan.

Kejatuhan yang tiba-tiba ini berarti bahwa para manajer tidak sempat memiliki waktu dan tidak berada pada posisi untuk melakukan upaya pengurangan biaya. "Karena kejatuhan harga batu bara ini sama sekali tidak diperkirakan sebelumnya. Bahkan, sampai akhir Februari 2020 masih belum diperkirakan oleh para pelaku industri," ujarnya, Senin (11/5).

Kajian IEEFA menganalisis 11 perusahaan menggunakan lima metrik kunci dan menemukan bahwa Bumi Resources, ABM Investama dan Geo Energy Resources membutuhkan harga acuan batu bara di kisaran USD 60 per ton hingga USD 62 per ton agar dapat mempertahankan aliran kas yang mencapai titik impas.

"Saat ini, harga acuan batu bara telah merosot bahkan menjadi lebih rendah dari USD 60 per ton. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana caranya perusahaan dengan biaya tinggi dapat memperoleh modal kerja untuk membiayai operasi mereka," kata Ghee.

Di sisi lain, perusahaan batu bara memiliki kewajiban untuk membayar royalti pada pemerintah Indonesia sebesar 13,5 persen dari nilai penjualan batu bara. Dengan memperhitungkan kewajiban royalti, maka enam dari 11 perusahaan yang dikaji mengalami aliran kas yang negatif.

Ghee menuturkan pada 2020 harga acuan batu bara berkisar pada rata-rata USD 58 per ton. Jika tidak meningkat, perusahaan-perusahaan akan mengalami masalah yang cukup serius ketika dihadapkan pada kewajiban membayar royalti. "Dengan ini, ada kemungkinan bahwa perusahaan yang terdampak akan mengajukan permohonan untuk moratorium royalti," ucapnya.

Menurutnya, jika moratorium diberlakukan, maka perlu dipertanyakan apakah akan diberikan kepada semua perusahaan atau hanya perusahaan dengan aliran kas negatif per ton batu bara yang terjual. "Jika memang moratorium royalti diberlakukan kepada seluruh sektor, maka hal ini berpotensi mengurangi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan sebesar USD 1,26 miliar," kata Ghee.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, HBA pada Mei 2020 kembali merosot ke angka USD 61,11 per ton akibat sentimen negatif perlambatan perekonomian global yang terdampak virus corona.

Ketua Kadin Balikpapan Yaser Arafat mengatakan melambatnya perekonomian global akibat pandemi virus corona berdampak pada turunnya permintaan batu bara dari negara-negara konsumen utama di kawasan Asia, antara lain Tiongkok, Korea Selatan, India dan Jepang.

Kementerian ESDM mencatat, penurunan harga batu bara sudah terjadi selama dua bulan terakhir. Sejak Januari 2020, HBA mengalami fluktuasi. HBA Januari mencatatkan angka di USD 65,93 per ton, turun dari USD 66,30 per ton pada Desember 2019. Kemudian naik di Februari USD 66,89 per ton dan Maret sebesar USD 67,08 per ton. Lalu HBA kembali mengalami turun pada April di level USD 65,77 per ton.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X