Meski kembali beroperasi, suasana Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan masih lengang. Belum semua maskapai melayani penerbangan untuk penumpang.
OKTAVIA MEGARIA, Balikpapan
HANYA petugas terkait yang mengisi kawasan pusat transportasi udara itu. Misalnya, petugas kebersihan yang masih setia mengepel lantai keramik. Atau petugas keamanan yang mondar-mandir mengawasi keadaan sekitar, bersama beberapa aparat kepolisian. Ada pula petugas dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang berjaga di meja pemeriksaan kesehatan.
Konter maskapai pun tak banyak yang buka. Hanya Citilink dan Lion Air yang melayani penumpang. Sementara untuk kargo masih disediakan oleh maskapai Tri-MG Airlines, My Indo Airlines, Garuda Indonesia, dan Sriwijaya Air.
Terlihat beberapa penumpang berlalu-lalang. Mengurus segelintir prosedur yang harus dijalani. Sebelum akhirnya bisa check in dan menembus petugas bandara. Namun tampaknya tidak semudah yang dibayangkan. Proses yang harus dilalui sangat ketat. Birokrasi kesehatan yang memang paling diutamakan, membuat penumpang sedikit kewalahan.
Menyebabkan keluhan terlontar dari penumpang. Setelah menunggu jadwal penerbangan dengan waktu lama, nyatanya mereka harus dipusingkan dengan bermacam syarat. Muhammad Junaidi misalnya. Seorang pendakwah yang terjebak di Kota Minyak. Ingin kembali ke kota asal, yakni Jakarta.
Segala persyaratan telah dia siapkan. Mulai surat dinas atau surat keterangan, hingga pemeriksaan kesehatan dengan rapid test. Sayangnya, dia mengaku sedikit kecewa dengan salah satu maskapai. Ia terpaksa harus menjalani rapid test sampai empat kali. Karena kekeliruan jadwal penerbangan.
“Mereka ada jual tiket penerbangan, tapi penerbangannya itu tidak ada. Sedangkan saya sudah rapid test. Harusnya tidak usah sekalian dijual (tiket). Rasanya kayak dibohongi,” ujarnya. Tentu saja hal itu membuat dirinya harus merogoh kocek lebih dalam. Dia habis hampir Rp 1 juta hanya untuk sekali rapid test.
Belum lagi, tiket pesawat. Aturan saat ini, penumpang harus beli tiket penerbangan pulang-pergi. Membuat Junaidi kembali mengeluarkan bujet tak sedikit, yakni sekitar Rp 2 juta. Padahal ia tidak akan kembali ke Balikpapan. Karenanya, ia berencana melakukan refund jika nanti memungkinkan.
Selaras dengan Junaidi, Erik harus mengeluarkan biaya lebih untuk tiket pulang-pergi. Yang sebenarnya tidak ia perlukan. Pembelian pun hanya bisa ia lakukan melalui website resmi maskapai bersangkutan.
Dia yang seorang anak buah kapal (ABK) di bawah naungan PT Pertamina. Keberangkatan kali ini terkait tugas kerja. Ia berkata dirinya dipindahtugaskan ke Jakarta. Ia yang telah off sejak 25 April, telah memenuhi segala prosedur. Namun, ia mengeluhkan prosedur yang di lapangan.
Menurut dia, aturan tidak sejalan. Yang mana setiap pernyataan yang diberikan berbeda. Membuat dirinya kerepotan. “Harusnya ‘kan satu pintu. Kalau memang saya sudah mengikuti prosedur, mohon tidak dipersulit lagi. Ini rasanya setiap pihak beda-beda,” keluh pria asli Bekasi itu.