Tagih Fee Proyek lewat Telegram

- Jumat, 8 Mei 2020 | 14:25 WIB

SAMARINDA–Kapasitas PT Haris Tahta Tata (HTT) dalam lelang proyek preservasi jalan nasional SP3 Lempake-SP3 Sambera-Santan-Bontang-Sanggata dari awal sudah diragukan. Perusahaan milik Hartoyo itu tak pernah menangani proyek dengan nilai di atas Rp 100 miliar. Adalah Refly Ruddy Tangkere yang menyangsikan hal itu. Namun, keraguan itu berakhir di benaknya saja.

“Karena tak ada kewenangan saya. Itu proyek nasional,” ungkapnya dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda, Rabu (6/5). Hari itu, mantan kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan ini menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa bersama Andi Tejo Sukmono (ATj), pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek preservasi jalan nasional, terdakwa lain dari kasus suap jalan nasional ini.

Kembali ke Refly, dia mengaku perannya sebagai kepala BPJN Balikpapan hanya memonitoring jalannya pekerjaan preservasi senilai Rp 155,5 miliar itu. Proses lelang, dia menegaskan, sama sekali tak mengetahui lantaran Unit Layanan Pengadaan (ULP) berada langsung di bawah komando kementerian. Bukan BPJN XII Balikpapan yang dipimpinnya kala itu.

Adanya “hubungan” harmonis antara ATj dan Hartoyo, terpidana suap dari kasus ini, tak pernah diketahuinya. Monitoring yang dijalaninya agar seluruh kegiatan di Kaltim bisa berjalan sesuai progres yang ditentukan. “Kalau progresnya di bawah 60 persen, bisa-bisa saya yang dapat punishment dari kementerian,” ucapnya.

PT HTT memang sempat dimintanya untuk mengerjakan preservasi jalan dari Lempake–Bandara APT Pranoto Samarinda. Karena saat itu rekanan yang mengerjakan mengalami kendala material. Selepas rapat koordinasi percepatan pembangunan preservasi di BPJN XII Balikpapan, dia memanggil Hartoyo. Meminta pasokan material pekerjaan untuk rekanan yang mengerjakan proyek jalan ke bandara itu.

“Biasanya sesama rekanan itu saling bersaing. Nah, biar enggak bermasalah ini proyek, makanya saya fasilitasi,” akunya. Soal aliran uang dari Hartoyo, Refly mengaku menerima tapi jumlahnya tak sebesar yang disangkakan JPU. “Hanya sekitar Rp 780 juta,” tegasnya. Dia pun memerinci lima kali penerimaan itu. Medio November 2018 sebesar Rp 200 juta, Desember 2018 dan Maret 2019 sebesar USD 10 ribu atau sekitar Rp 140 juta. Lalu, Agustus 2019 sebesar Rp 200 juta dan September 2019 sekitar Rp 100 juta. “Dan saya tak pernah minta uang itu dari Pak Hartoyo,” tegasnya.

Ketika gilirannya, terdakwa ATj fasih menuturkan alasannya membantu PT HTT agar bisa memenangi lelang proyek jalan nasional dengan pagu Rp 193,5 miliar itu. “Semua agar proyek ini berjalan mulus. Kalau bermasalah saya juga yang kena nantinya,” ungkap bersaksi di depan majelis hakim yang dipimpin Joni Kondolele bersama Ukar Pryambodo dan Parmatoni itu. Perusahaan yang bermarkas di Bontang ini dipilih karena kontraktor lokal yang sudah cukup populis di nasional. Serta dianggap paling siap dari segi sumber daya manusia, peralatan, hingga material pekerjaan.

“Ditambah PT HTT hafal medan di Kaltim seperti apa,” sambungnya. Karena itu, ketika Hartoyo meminta saran untuk mengikuti lelang proyek itu, dia menyarankan memasang penawaran 80 persen dari nilai pagu yang ditetapkan Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Lelang berjalan di kelompok kerja Unit Layanan Pengadaan (pokja ULP) saran itu ditindaklanjuti PT HTT dengan mengajukan penawaran sebesar Rp 155 miliar dari pagu Rp 193 miliar.

Kesalahan administrasi membuat lelang diulang. PT HTT kembali mematok penawaran seperti sebelumnya dan menjadi peserta dengan penawaran terendah.

Dari diulangnya lelang, ATj mendapat info jika HTT bakal dikalahkan oleh PT Angkasa Puri, peserta lelang lainnya. Diajaknya Hartoyo dan Totok Hasto Wibowo (kepala Satuan Kerja Wilayah II Dirjen Bina Marga KemenPUPR) untuk bertolak ke Lampung bertemu Roberto Timpul Sipahutar selaku koordinator Wilayah Kaltim, Kalbar, Kaltara Insektorat Jenderal Bina Marga KemenPUPR.

Rombongan ini akan menanyakan seperti apa hasil kerja PT Angkasa Puri untuk proyek jalan di Lampung.

Selain bertemu Roberto, ATj sempat menyambangi Reno Ginto, kasubdit Standar dan Pedoman Direktorat Bina Marga KemenPUPR di Jakarta untuk menelaah kelayakan proyek preservasi itu jika dikerjakan dengan anggaran 80 persen dari pagu yang ditetapkan. “Hasilnya masih layak. Ini konsumsi pribadi saya untuk menjalankan kegiatan itu,” akunya.

Sebagai PPK, dia turut menyusun skema pengerjaan agar sesuai target. Karena sejak ditandatanganinya kerja sama proyek preservasi itu pada 26 September 2018, proyek itu harus rampung akhir 2019. Kegiatan subkontraktor seperti pembersihan area proyek dikelolanya langsung. Nah, pekerjaan pembersihan pemotongan rumput dan pemasangan turap itu diserahkannya ke Nazarudin.

Alasannya mengelola langsung subkegiatan ini agar proyek bisa sesuai target setiap mutual check (MC) per bulannya. Disinggung dua jaksa KPK Agung Satrio Wibowo, dan Wahyu Dwi Oktafianto soal rekening lain atas nama Budi Santoso, diakuinya, rekening itu untuk mempermudah proses sub kontrak tersebut. Begitu pun ketika ditanya soal permintaan fee 2 persen ke Hartoyo. Menurut dia, ada kesalahan persepsi ihwal ini.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X