Realisasi Stimulus Properti Belum Sesuai Harapan

- Selasa, 5 Mei 2020 | 14:48 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA- Sebagai upaya untuk mempertahankan cashflow di tengah tekanan ekonomi, para pelaku industri properti berharap mendapat kemudahan restrukturisasi kredit dari dunia perbankan, seperti yang sudah dijanjikan pemerintah. Namun pada realisasinya, pengusaha properti menyayangkan bahwa masih ada perbedaan presepsi dari pihak perbankan sehingga upaya restrukturisasi tersebut belum berjalan sesuai harapan.

Ketua Umum Real Estate Indonesia Paulus Totok Lusida mengakui bahwa perbankan masih cenderung setengah hari dalam menerapkan instruksi insentif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. ”Harapan dari kami kan penundaan pembayaran pokok dan bunga kredit seperti yang dijanjikan pemerintah. Tapi dari perbankan justru menawarkan pengurangan bunga, sementara kita tetap diwajibkan untuk membayar tanpa penundaan,” ujar Totok, saat dihubungi kemarin (4/5).

Menurut Totok, jika dengan skema yang ditawarkan perbankan tersebut, maka cashflow industri properti yang saat ini sudah tertekan, akan semakin terbebani. Totok memaparkan bahwa cashflow pengusaha properti saat ini digunakan untuk pembayaran gaji karyawan untuk menghindari PHK. ”Sementara revenue kami turun drastis. Otomatis cashflow digunakan untuk membayar gaji karyawan dan office cost,” beber Totok.

Totok menjelaskan bahwa revenue atau pendapatan usaha industri properti dalam kondisi ini tak jauh berbeda dengan industri lain. Adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga sangat siginifikan mengurangi aktivitas karyawan di lapangan, mulai dari aktivitas marketing hingga survey. ”Penjualan turun 40 sampai 50 persen,” tegasnya.

Totok menekankan bahwa relaksasi kebijakan untuk industri properti penting untuk terealisasi dengan baik. Supaya industri ini mampu bertahan pada masa sulit dan meminimalisasi PHK di industri properti. Dia menyebutkan bahwa sektor real estat mencakup 13 bidang usaha, dan memiliki link terhadap 174 industri turunan serta menaungi 20 juta tenaga kerja yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. ”Dengan demikian, pukulan terhadap bisnis properti tentunya akan berdampak besar juga terhadap ekonomi nasional,” bebernya.

Keluhan-keluhan yang rasakan REI tersebut, lanjut Totok, sudah mereka komunikasikan dengan OJK. Sebagai tindak lanjut, menurut Totok dalam minggu ini pihak pengembang, perbankan, dan juga OJK akan kembali menggelar rapat virtual untuk mendiskusikan mengenai hal tersebut. ”Mudah-mudahan hasilnya positif. Karena ini soal ngajak hidup bersama atau mati bersama,” urai Totok.

Terkait dengan program rumah subsidi yang masih berjalan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), DPP REI mengusulkan agar Program Sejuta Rumah khususnya rumah subsidi dijadikan sebagai salah satu fokus program padat karya pemerintah. REI berharap agar dana Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk MBR dapat segera dicairkan dan pembiayaan rumah MBR berjalan secara paralel dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

Dalam waktu enam bulan ke depan, REI siap memasok 250.000 unit rumah MBR apabila didukung dengan pencairan pembiayaan yang cepat dari pemerintah dan perbankan. ”Terkait Program Sejuta Rumah, kami mendorong pemberian kredit perbankan untuk MBR tidak dibatasi segmentasinya. Saat ini bank sangat selektif untuk memberikan KPR bagi MBR,” ungkap Totok.

Dia menyebutkan pada masa pandemi Covid-19 ini, perbankan sangat selektif dan membatasi konsumen rumah MBR hanya untuk ASN/TNI/Polri/karyawan BUMN dan karyawan swasta yang memiliki penghasilan tetap (fix income). DPP REI mengharapkan ada kebijakan jelas sehingga karyawan swasta atau pekerja dengan penghasilan tidak tetap (non-fix income) lainnya juga dapat menikmati fasilitas kredit rumah subsidi. ”Untuk menjaga keamanan kredit dari konsumen non-fix income tersebut, menurut Totok, pengembang siap memberikan buyback guarantee selama 6 – 12 bulan sebagai bentuk tanggung jawab pengembang,” pungkasnya. (agf)

 

Poin Usulan REI untuk Penyelamatan Industri Properti

• Restrukturisasi kredit tanpa mengurangi peringkat kolektabilitas. Restrukturisasi yang dimaksud bisa berupa penghapusan bunga kredit selama 6 bulan atau penangguhan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 12 bulan.

• Pencadangan dana atau sinking fund bisa dibuka blokir dan tidak harus dipenuhi pada setiap bulan selama masa pandemi Korona.

• Penghapusan Pajak Penghasilan (PPh) 21, percepatan pengurangan pajak PPh badan, menurunkan PPh final dari 2,5 persen menjadi 1 persen dan menerapkan PPh final tersebut berdasarkan nilai aktual transaksi, bukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X