Pilih Tunduk

- Sabtu, 2 Mei 2020 | 11:48 WIB

Catatan: Faroq Zamzami
(Pemred Kaltim Post)

SAYA pilih ikut barisan yang menuruti edaran pemerintah saja. Ibadah di rumah. Anjuran ini saya banget. Sebab, sebelum dilanda wabah corona saja, salat berjamaah di masjid bolong-bolong. Bolongnya mendominasi. Salat berjamaah kalau ada maunya saja kepada Tuhan. Duh, malunya. Salat Jumat yang seminggu sekali itu saja tunggu azan kedua. Tak jarang meluncur ke masjid buru-buru setelah terdengar samar suara khatib membaca doa.

Panggilan langit itu lebih sering dianggap enteng. Akh seseruput dulu jika mendengar azan saat nongkrong di kafe kala senja. Selagu dulu kala mendengar azan saat Youtube-an jelang Isya. Akh deadline, nanggung, nanti saja, lagi rapat, masih sempat, beribu alasan untuk menunda mengambil air wudhu kala azan berkumandang. So, malah aneh kalau saya masuk barisan yang berbeda dengan edaran pemerintah.

Barisan yang berbeda dengan edaran pemerintah umumnya mendengungkan kalimat ini; corona adalah makhluk Tuhan, jangan takut kepada makhluk, tetaplah beribadah di masjid. Atau yang begini; ke pasar berani ke masjid malah ditutup. Dan beberapa ungkapan lain. Yang senada. Yang intinya menyuarakan tak perlu terlalu khawatir corona. Tetap saja beribadah seperti biasa. Barisan ini punya dasar. Juga punya dalil. Sejumlah ustaz juga ada di barisan ini.

Tapi kalau saya ikut kubu ini, justru saya akan jadi sasaran "tembak". Oleh orang di sekitar saya. Yang tahu keseharian saya. Bakal nyinyir. Nadanya begini; sok alim. Pas tidak ada corona saja jarang ke masjid. Jangan bergaya. Hanya untuk mengejar eksistensi. Jadi pas lah kiranya saya ikut anjuran pemerintah. Untuk kali ini harus taat. Pemerintah mengeluarkan edaran memang sudah seharusnya. Melindungi warganya. Juga punya dasar. Landasan agama. Punya dalil pula.

Sejak awal, memang ada pro dan kontra soal ibadah saat wabah. Sampai saat ini. Sudah ada edaran pemerintah kerja, ibadah, dan belajar di rumah saja. Ada yang taat pada edaran itu.
Sejumlah masjid sudah tertutup pagarnya mengikuti imbauan. Ada yang masih buka dengan menerapkan protokol jaga jarak. Ada juga masjid yang sama sekali biasa seperti tak terjadi wabah.

Memang dilematis. Kalau melulu membahas soal ibadah. Faktanya, disuruh diam di rumah banyak remaja yang malah tertangkap balapan liar. Aktivitas warga juga umumnya seperti biasa. Begitulah. Kekhasan warga di negeri tercinta ini.


Soal ini, saya hanya menentukan sikap. Bukan mengajak untuk ikut arahan tertentu. Silakan memilih. Ikut yang mana. Keduanya punya landasan. Tapi harus pertimbangkan dampak-dampaknya. Mana yang lebih utama. Dan tetap ikuti arahan pemerintah.

Intinya, yang awam kita tahu ini virus tak telihat. Penyebarannya mudah. Saat ada kerumuman. Makanya semua aktivitas keramaian dilarang. Untuk memutus rantai sebaran. Tempat hiburan ditutup. Restoran. Rumah makan. Hingga tempat ibadah aktivitasnya dibatasi. Bagian dari pencegahan. Kita tidak tahu siapa saja yang ada di dekat kita. Dari mana mereka sebelum bertemu kita. Ada riwayat pertemuan dengan siapa-siapa saja. Inilah yang dihindari. Dengan di rumah dan mengurangi seminimal mungkin aktivitas di luar, kita memutus mata rantai sebaran virus itu. Ini yang dikampanyekan sejak awal oleh pemerintah dan banyak pihak.

Oke deh. Tinggalkan pro dan kontra itu. Yang pasti, pandemi corona ini membuat banyak kenikmati kita yang hilang Ramadan kali ini. Keliling membangunkan sahur tak seramai tahun lalu. Tak bisa ramai-ramai main kembang api. Menghabiskan waktu usai subuh menunggu matahari terbit di Melawai atau Lapangan Merdeka berkurang. Ngabuburit perlahan menghilang. Berburu takjil harus mengikuti berbagai protokol antisipasi. Itupun Pasar Ramadannya tak banyak seperti tahun lalu. Salat berjamaah berkurang. Tarawih di rumah masing-masing. Buka puasa bersama di masjid berkurang. Reuni alumni kampus, SMA, SMP, SD, TK, PAUD, dengan agenda buka puasa bersama juga berkurang bahkan menghilang. Tapi pada bagian ini ada bagusnya juga kalau tak ada. Karena reuni-reunian itu terkadang berpotensi menimbulkan cinta lama yang bisa merusak asmaran yang sudah ada bahkan hingga rumah tangga. Belum lagi nanti saat Lebaran, open house ditiadakan. Begitu banyak hal yang akan kita kangeni pada puasa dan Lebaran tahun ini. Padahal kita semua tahu, kangen itu bikin sesak. (*)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X