Arief Budiman berpulang setelah sekitar 10 tahun bertarung melawan parkinson. Aktivis pembela wong cilik dan dosen yang tak cuma kuat secara teori, tapi juga memperlihatkan keberanian moral.
DHINAR S., Salatiga
K. ULUM-Z. HIKMIA, Jakarta
...betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata ’’Ya’’ atau ’’Tidak’’, meskipun cuma dalam hati.
Arief Budiman dalam ’’Catatan Seorang Demonstran’’
ANDREAS Harsono masih ingat betul pesta pernikahan itu. Hajatan yang kemudian ramai jadi sorotan media.
Tuan rumah hajatan itu Arief Budiman, dosen yang baru saja dipecat Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, karena menentang pemilihan rektor yang dinilainya cacat. Sejumlah kawan Arief yang jadi panitia pun memberi tajuk gelaran itu ’’Tuna Karya Mantu’’.
’’Ketika giliran Jaya Suprana memberi sambutan, dengan bercanda dia mengatakan, Arief Budiman ini orang yang penuh ironi. Mosok tunakarya (tak punya pekerjaan) bisa selenggarakan resepsi semeriah ini,’’ kenang Andreas ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (23/4).
Hadirin pun, lanjut Andreas, ketika itu langsung gerrr. Arief dan sang istri, Leila Chairani, juga hanya tertawa ketika keesokan harinya ’’Tuna Karya Mantu’’, hajatan untuk menikahkan putri mereka, jadi judul di berbagai koran.
Dipecat dari kampus hingga akhirnya harus hijrah ke Australia untuk mengajar, bahkan sebelumnya juga pernah dipenjara. Semua onak itu harus dilewati Arief sebagai konsekuensi pilihannya meniti jalan pedang sebagai aktivis.