Semangat Sembuh saat Ingat Masa Depan Anak

- Jumat, 10 April 2020 | 12:36 WIB

Merasa kurang nyaman menyebutkan identitas pribadinya, perempuan ini meminta namanya ditulis dengan inisial P. Dia tertular Covid-19 dari suaminya. Sama-sama berjuang mendapatkan kesembuhan, takdir berkata lain. Sang suami meninggal di tengah masa penyembuhan.

 

ANTONIUS CHRISTIAN, Solo, Jawa Pos

P yang merupakan warga Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, menerangkan, suaminya mulai menunjukkan gejala sakit pada Jumat, 6 Maret lalu. Itu merupakan hari kedua dia pulang setelah sepekan berada di Bogor untuk seminar. Badannya panas.

P lalu membawa suaminya ke sebuah rumah sakit (RS). Dari sejumlah pemeriksaan, termasuk tes swab, dipastikan suaminya terjangkit Covid-19. Dia kemudian dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Moewardi Solo.

Tidak boleh ada yang menjenguk. Keluarga diminta tetap berada di rumah. Pada Sabtu (14/3) P beserta anak dan saudaranya diminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surakarta datang ke Kelurahan Mojosongo. Rencananya, dilakukan cek kesehatan.

Sampai di kantor kelurahan, ternyata mereka ditolak. Diminta periksa ke Kantor Kelurahan Kadipiro sesuai alamat KTP suami P. ”Sampai di Kelurahan Kadipiro, ternyata petugas dari dinkes belum datang. Akhirnya sama petugas disuruh pulang. Katanya diperiksa di rumah saja, nanti petugasnya datang,” ujar P saat dihubungi melalui sambungan telepon Senin (6/4).

Di tengah masa menunggu tes itu, P mendengar kabar bahwa dirinya menjadi bahan omongan tetangga. Katanya, dia keluar rumah untuk rewang. Mendengar itu, P sewot. ”Wong saya pusing mikir suami kok rewang, tidak masuk akal. Sakit hatinya di situ. Sudah ngelakoni seperti ini, malah dikatakan yang tidak-tidak,” cetusnya.

Memang saat itu kakak P menggelar kumbokarnan, acara yang dilakukan sebelum menghadapi hajatan besar. Tapi, P memastikan dirinya tidak ikut. Dia menurut sama perintah dinkes untuk di rumah saja.

Akhirnya, setelah menjalani tes pada Selasa (17/3), P juga dinyatakan positif. Malamnya petugas medis dengan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap menjemputnya dengan ambulans. P hendak dirawat di RS yang sama dengan suaminya. Ibu satu anak itu menggambarkan perasaannya dengan kata campur aduk. Takut, sedih, dan waswas jadi satu. ”Waktu dikasih tahu pertama ya nangis,” ujarnya.

P mengaku tidak merasakan gejala apa pun. Dia juga tak mau berlama-lama dalam kesedihan. Menurut P, Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar kemampuan. P yakin bisa melewati fase itu. Keinginan sembuhnya sangat kuat, terutama untuk putri semata wayangnya. ”Anak saya masa depannya masih panjang. Saya harus kuat, saya harus sehat. Saya tidak mau melihat anak menangis. Kata-kata itu yang selalu saya tanamkan,” ungkapnya.

Sembari terus berdoa, P juga memercayakan kesehatannya kepada tim dokter. Segala yang dianjurkan dan dilarang ditaati. ”Isitilahnya, mau makanannya enak atau tidak, suka tidak suka harus saya habiskan. Manut sama dokter. Dokter bilang A ya saya A, dokter bilang B ya saya B,” kenangnya.

Sepuluh hari dirawat, P dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang. Bersyukur sudah pasti. Namun, dia juga merasa sedih sekali. Dua hari sebelum dia pulang, suaminya meninggal. Sesuai dengan protap pemakaman pasien Covid-19, pemakaman harus dilakukan secepatnya.

Melihat putrinya yang berumur 17 tahun itu dilanda duka mendalam, P tak mau semakin membebani perasaannya. Psikologis anaknya adalah yang utama. Dia sadar yang dialami sudah merupakan garis hidupnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB

ORI Soroti Pembatasan Barang

Sabtu, 13 April 2024 | 14:15 WIB
X