WASHINGTON DC – Selasa (7/4) menjadi hari yang kelam bagi AS. Sebanyak 1.885 orang meninggal karena Covid-19 dalam sehari. Itu adalah korban harian tertinggi di Negeri Paman Sam tersebut. Sebanyak 731 korban berada di New York. Salah satu yang menjadi korban adalah penyanyi dan penulis lagu John Prine. Total korban jiwa di AS sudah mencapai 12.895 orang, tertinggi setelah Italia dan Spanyol.
Johns Hopkins University mengungkap bahwa angka penularan di negara yang dipimpin Presiden Donald Trump itu sudah tembus 400 ribu. Itu menjadi yang paling besar di dunia. ’’AS mungkin sedang menuju puncak (wabah),’’ ujar Trump seperti dikutip BBC.
AS memang sudah memperkirakan bahwa kematian di negara tersebut bakal mencapai angka 100 ribu–240 ribu. Puncaknya pada pertengahan April. Saat itu, diperkirakan 2 ribu orang meninggal per hari.
Seperti biasa, Trump mencari kambing hitam. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjadi korban. Versi Trump, WHO memberi nasihat yang buruk dan terlalu fokus pada Tiongkok. ’’WHO benar-benar gagal. Ia sebagian besar didanai oleh AS, namun sangat Tiongkok-sentris,’’ ujarnya. Trump bahkan mengancam akan mempertimbangkan untuk memotong anggaran lembaga yang diketuai Tedros Adhanom Ghebreyesus tersebut.
AS bukan satu-satunya yang terpukul dengan tingginya angka kematian akibat penularan virus SARS-CoV-2 itu. India, Italia, Spanyol, Prancis, Inggris, dan beberapa negara lainnya mengalami hal serupa. Kematian tertinggi biasanya terjadi di kota-kota besar.
Berdasar hasil penelitian yang dilakukan Harvard TH Chan School of Public Health, Boston, terungkap bahwa peningkatan level partikel polusi beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19 berlangsung menyumbang 15 persen peningkatan rata-rata angka kematian. Manhattan yang kualitas udaranya lebih baik dari New York terbukti memiliki tingkat kematian yang juga lebih rendah.
Penelitian serupa dilakukan di Italia dan dipublikasikan di jurnal Environmental Pollution. Hasilnya hampir serupa dengan penelitian di AS. ’’Kami menyimpulkan bahwa tingginya polusi di wilayah utara Italia harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor tingginya kematian di wilayah tersebut,’’ bunyi penelitian tersebut seperti dikutip The Guardian.
Wilayah Lombardy dan Emilia-Romagna punya rata-rata kematian 12 persen. Di sana, tingkat polusi tinggi. Wilayah lain di Italia hanya memiliki rata-rata angka kematian 4,5 persen akibat Covid-19.
Paparan polusi terus-menerus berpengaruh pada fungsi saluran pernapasan seseorang. Nah, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19 tersebut menyerang organ pernapasan. Karena itu, imbasnya cukup fatal bagi seseorang yang terlalu lama terpapar polusi.
Sementara itu, di Yunani kasus penularan dan angka kematiannya terbilang rendah. Itu bukan hanya karena negeri para dewa tersebut memiliki polusi yang lebih rendah. Tapi, juga kesigapan yang luar biasa.
Mereka melarang semua kegiatan sejak Februari. Penduduk diminta untuk menjaga jarak dan sedapat mungkin di dalam rumah. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan dari rumah jauh hari sebelum ada korban jiwa. Karena itulah, korban jiwa di negara tersebut hanya 81 orang. Jauh berbeda dengan negara-negara tetangganya di Eropa.
Yunani memang harus berpikir cepat. Negara itu sudah lama mengalami krisis ekonomi. Jika wabah Covid-19 tidak terkendali, dampaknya bakal jauh lebih luar biasa. Seperempat populasinya juga merupakan penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Yunani hanya memiliki 910 tempat tidur di ICU. Namun, hingga kemarin baru 10 yang terpakai. (sha/c6/dos)
Ada Apa di Negara Mereka?