Kawasan Yos Sudarso, Pusat Perdagangan Puluhan Tahun

- Senin, 6 April 2020 | 11:56 WIB
SEJAK 2001: Disebutkan jika dulunya tanah tempat berdirinya SCP adalah Kantor DPRD Samarinda. Kemudian menjadi pusat perbelanjaan modern seperti sekarang.
SEJAK 2001: Disebutkan jika dulunya tanah tempat berdirinya SCP adalah Kantor DPRD Samarinda. Kemudian menjadi pusat perbelanjaan modern seperti sekarang.

SEBELUM berdiri dengan lima lantai, kawasan di sekitar Samarinda Central Plaza (SCP) adalah pusat perdagangan, tepat di Jalan Yos Sudarso. Berdasarkan pantauan awak Kaltim Post pada Rabu (2/4) lalu, kawasan tersebut lebih didominasi toko bahan dan alat bangunan. Namun, beberapa toko lain masih bertahan. Salah satunya Lido Biscuit. Menurut informasi singkat yang didapat, toko tersebut sudah dipegang tiga generasi

Pusat perbelanjaan penduduk Samarinda yang terkenal pada era sentralisasi NKRI hingga dekade 1980-an adalah Pasar Pagi, Kompleks Taman Hiburan Gelora (sekarang Citra Niaga), Kompleks Pinang Babaris, Pasar Segiri dan Pasar Sungai Dama. Setelah itu menyusul Pasar Rahmat, Pasar Merdeka, Pasar Kedondong dan Pasar Ijabah.

Sekitar 1960-1970an, kawasan sepanjang Jalan Yos Sudarso menjadi tujuan warga Samarinda berbelanja. Berderet toko-toko yang menjual beragam kebutuhan sehari-hari seperti sembako, toko biskuit, warung makan, apotek, ekspedisi, bengkel, hotel, kantor perusahaan kayu, dan sebagainya. (Samarinda Tempo Doeloe Sejarah Lokal 1201-2015,Muhammad Sarip)

Di Jalan Yos Sudarso juga tempat berdirinya bioskop bahari. Pemiliknya keturunan Tionghoa bernama Lo Beng Long. Dulu bernama Luxor, kemudian berganti jadi Koetai sekitar 1970-an, hingga jadi Mahakama saat 1975-an yang hingga kini lebih dikenal dan dikenang orang. Kemudian, Mahakama diserahkan pada sang anak, Ronald Lolang.

Sebut saja Abdul Rachim Siraj, salah satu warga Samarinda yang menghabiskan masa kecilnya di daerah Pasar Pagi. Pria 63 tahun itu masih mengingat betul kawasan Yos Sudarso kala itu. Dia ingat pernah menyambangi Mahakama ketika masih duduk di bangku SD.

“Bioskopnya itu seperti gedung opera. Gedungnya bertingkat. Ada balkon di bagian atas, dari samping berputar huruf U, lalu di bawahnya ada layar. Di situ juga ada tempat duduk lagi. Saya nonton GANEFO 1964 dan Asian Games 1962 di sana. Masih layar putih,” jelas pria yang kini tinggal di kawasan Damanhuri tersebut.

Seingatnya, tempat orang berdagang kala itu tak seperti sekarang. Hanya rumah tinggal yang dijadikan toko. Tidak bertingkat, model atapnya pun lancip khas rumah bahari. Namun tetap ada beberapa rumah yang memang sudah bertingkat. Rumah tersebut rata-rata dimiliki secara pribadi. Perkembangan hingga berubah menjadi ruko bermula sekitar 1975-1980an. Tempat berdagang di lantai satu, di lantai dua tempat tinggal keluarga. Daerah tersebut didominasi etnis Tionghoa walau beberapa di antaranya suku Banjar.

Jalan Pulau Irian dan Mulawarman juga memiliki cerita lain. Sepengetahuan Rachim, lokasi di mana berdirinya SCP saat ini, dulunya merupakan kantor DPRD Samarinda. Saat masih kecil, dia sudah melihat bangunan itu secara langsung sekitar 1960-an. Tak jauh dari sana, ada toko legendaris bernama Simpang Damai yang menurutnya sudah berdiri sejak 1960-an. Tepat di sebelahnya ada sebuah warung. Dulu, dia sering diajak orangtuanya ke sana untuk sekadar minum teh atau makan roti bakar. Orang bahari menyebutnya mahelam.

Menurut ingatannya, di daerah sana dulunya lebih banyak rumah penduduk dibanding pertokoan. “Kalau pusat perdagangan utama itu ya lebih banyak di kawasan Yos Sudarso. Batasnya itu dari Jalan Veteran sampai ke Jembatan I. Itu seluruhnya tempat berdagang semua,” tegasnya.

Rachim sempat melihat pembangunan SCP yang mulai berdiri pada 2001. Dulu, SCP langsung dibangun lima lantai. Tenant-tenant populer mulai terisi dan membuat masyarakat Samarinda tertarik mengunjunginya. Meski sudah ada Mal Lembuswana sebelumnya dibangun sekitar 1998, SCP tetap memiliki pangsa pasarnya. Menurut Rachim, kala itu pengunjung terbagi. Bagi yang rumahnya berada di dekat SCP, pasti ke sana. Begitu pula yang rumahnya berada di daerah Mal Lembuswana.

Selain Rachim, Honowati atau Hono juga membagi ceritanya. Perempuan 80 tahun itu adalah pemilik toko Simpang Damai. Awal berdiri, tokonya justru berlokasi tak jauh dari seberang lokasi toko sekarang. Lokasi saat ini sudah dia huni sejak 1973 dan ruko milik sendiri. Hono merupakan warga asal Surabaya yang kemudian menikah dengan suaminya yang asal Samarinda. Hingga akhirnya memutuskan mendirikan toko bersama. Menyediakan alat tulis kantor, aneka benang, perlengkapan ulang tahun, manik-manik, jasa photo copy, plastik, dan lain-lain.

Ibu beranak empat itu kini dibantu satu anak perempuannya dalam mengurus toko. Ketiga anak lainnya sudah merantau ke Jakarta dan Surabaya. Sehingga, dia dan anaknya kadang bergantian menjaga toko. Kini, ada lima pegawai di sana. Meski tokonya tepat berada di depan SCP, Hono tak begitu ingat proses terbangunnya mal tersebut.

“Kalau dulu tokonya masih lancar, banyak pengunjung yang datang. Kalau sekarang sepi luar biasa karena sudah banyak plaza modern. Kalau dulu kan enggak ada plaza. Tetap dijalani saja bisnis ini, enggak muluk-muluk,” ungkap Hono. (*/ysm/rdm2)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X