Gelombang Pemudik Terbukti Membawa Virus Korona

- Sabtu, 4 April 2020 | 11:30 WIB
Ma'ruf Amin
Ma'ruf Amin

JAKARTA– Di tengah kurva wabah Covid-19 yang terus menanjak, pemerintah belum berani mengambil keputusan tegas untuk melarang gelombang mudik. Padahal sudah terbukti bahwa salah satu media penularan virus korona adalah pemudik dari Jakarta dan sekitarnya.

Urusan mudik itu menjadi salah satu tema rapat online antara Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kemarin (3/4). Di akhir rapat, Ma’ruf mengatakan sudah mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyatakan bahwa mudik itu haram hukumnya di tengah wabah Covid-19.

Ridwan Kamil (RK) langsung menyambut baik rencana Ma’ruf Amin itu. ’’Kalau bisa fatwa ulama, masyarakat lebih mendengar,’’ katanya. Sebagai pemerintah atau umara RK menuturkan nantinya bisa memperkuat adanya fatwa haram untuk mudik itu dengan kebijakan teknis Pemprov Jawa Barat.

Dia mencontohkan ketika Pemprov Jawa Barat mengeluarkan anjuran supaya tidak melaksanakan salat jumat di masjid dahulu. Banyak warga yang menghiraukannya. Tetapi setelah ada fatwa dari MUI, akhirnya anjuran mengganti salat jumat dengan salat duhur di rumah untuk daerah zona merah sebaran Covid-19 dijalankan oleh masyarakat.

Dia berharap fatwa MUI soal mudik haram di tengah wabah Covid-19 bisa segera keluar. Mumpung belum banyak masyarakat dari DKI Jakarta dan sekitarnya belum mudik ke kampung halaman masing-masing. Menurutnya fatwa tersebut demi kemaslahatan umat dan mencegah kemudaratan.

RK menuturkan pelarangan mudik merupakan bagian dari edukasi pencegahan penularan Covid-19. Menurut dia upaya edukasi ini lebih sulit ketimbang perawatan pasien positif korona maupun pelacakan kontak. Dalam rangka pencegahan penularan korona semakin luas, dia mengkhawatirkan gelombang mudik.

Catatan Pemprov Jawa Barat sampai saat ini sudah ada 70 ribu orang pemudik yang telah tiba di pelosok Jawa Barat. ’’Artinya kami tiba-tiba mendapati 70 ribu ODP (orang dalam pengawasan, Red) baru,’’ tuturnya. Padahal ODP yang sudah ada saja, sedang dalam proses tes cepat atau rapid test. Sehingga dengan datangnya puluhan ribu gelombang pemudik yang sekaligus berstatus ODP itu, bakal kehabisan alat rapid test.

Dia mencontohkan di Ciamis ada kasus seorang lansia sekarang dinyatakan positif korona dan dalam keadaan kritis. Setelah ditelusuri lansia itu positif setelah didatangi anaknya yang tinggal di Jakarta. Sebelum anak dari Jakarta itu datang, lansia tadi memang sudah sakit. Namun masih bisa menjalani perawatan di rumah. Contoh lainnya di Bandung ada kasus tiba-tiba positif korona. Setelah digali informasinya, ternyata sang istri kerja di Jakarta. Kemudian karena diliburkan, dia pulang ke Bandung. Kemudian menunjukkan gejala korona dan dinyatakan positif.

’’Dua cerita ini menunjukkan bahwa jika mudik ini tidak ditahan, kami di Jabar, Jateng, Jatim, dan Jogjakarta pasti akan kewalahan luar biasa. Karena pulangnya (pemudik, Red) itu ke pelosok-peolosk,’’ tuturnya.

RK menuturkan sudah membagikan alat rapid test gelombang baru di terminat atau point entry Jawa Barat. Jadi ketika ada pemudik dari Jabodetabek atau Malaysia datang, maka akan dilakukan prosedur pemantauan Covid-18. Tidak hanya tes suhu saja. Jika menunjukkan gejala batuk, lemas, pilek akan dilakukan pengetesan dengan durasi 15 menit di kamar khusus.

Upaya itu dilakukan untuk menyaring gelombang pemudik yang ngeyel pulang kampung. Tetapi kalau sudah terlanjur bocor dan sampai di kampung halaman, RK sudah membuat perintah kepada RT-RW untuk melaporkan ke Polsek. Tujuannya supaya pendatang atau pemudik itu mematuhi prosedur karantina diri setelah pulang selama 14 hari. Polisi atau aparat terkait akan memberikan Tindakan peringatan jika orang itu tidak mau karantina mandiri. Sebab masuk kategori membahayakan kesehatan masyarakat.

Sementara itu dari MUI belum ada tanggapan spesifik terkait permintaan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk membuat fatwa haram mudik di tengah wabah Covid-19. Sekjen MUI Anwar Abbas menuturkan agama Islam diturunkan Allah untuk menjaga dan melindungi jiwa manusia. Oleh karena itu kalau melakukan suatu Tindakan, maka Tindakan itu tidak boleh mencelakakan diri kita sendiri dan orang lain. ’’Di dalam kaidah fiqhiyyah-nya dikatakan la dharara wala dhirara (tidak boleh memadaratkan dan tidak boleh dimadaratkan, Red),’’ katanya.

Lalu bagaimana kaitannya dengan mudik? Anwar mengatakan jika mudik dari daerah yang tidak ada wabah ke daerah yang tidak ada wabah, maka hukumnya mudik boleh-boleh saja. Karena tidak ada mudarat atau kejelekan yang akan muncul.

Tetapi jika mudik dari daerah pandemi wabah ke daerah lain, maka itu tidak boleh karena diduga keras dia akan bisa menularkan virus ke orang lain. Apalagi virus yang menular itu sangat berbahaya seperti virus korona yang mewabah saat ini. Untuk itu jika yang bersangkutan masih nekat mudik, maka telah melakukan sesuatu yang haram.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X