BALIKPAPAN – Bawaslu Balikpapan merilis indeks kerawanan Pilwali 2020 di Kota Minyak masuk dalam kategori sedang. Namun Balikpapan dalam indeks kerawanan pilkada termasuk urutan tertinggi kedua paling rawan di Kaltim. Komisioner Bawaslu Kaltim Muhammad Ramli mengatakan, secara umum indeks kerawanan di Kaltim masuk level sedang.
Dia menjelaskan, indeks kerawanan terdiri dari enam level. Di antaranya level 1 dan 2 kategori ringan. Jika melihat kondisi Kaltim, hanya Bontang yang masuk dalam indeks kerawanan kategori ringan. Sebagian besar kota di Kaltim berada di level 3 dan 4, sedang. Serta level 5 dan 6 kategori tinggi.
Ada pun Balikpapan berada di level 4. Artinya sedang menuju tinggi. “Sedang tapi hampir terjadi indikator yang diduga rawan. Jadi sangat hati-hati dalam melakukan pilkada,” ujarnya. Sementara indeks kerawanan pilkada paling tinggi di Kaltim yakni Paser yang berada di level 5.
“Balikpapan urutan kedua paling rawan se-Kaltim, urutan ke 108 secara nasional. Sedangkan Paser berada di urutan 36 secara nasional,” ucapnya. Ramli mengatakan, indeks kerawanan paling besar terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan politik uang.
“Kalau bercermin pada Pilkada 2015, ada beberapa kejadian yang menarik perhatian publik. Saat itu, soal verifikasi ijazah yang menjadi sorotan,” bebernya. Sementara dari sisi penyelenggaraan, ada anggota yang terkena sanksi diberhentikan dan dua orang mendapat catatan.
“Itu akan kami jaga agar tidak terulang. Perlu waspada dari sisi penyelenggara,” imbuhnya. Jika hal-hal itu bisa terhindari, dia meyakini Pilwali 2020 akan sukses. Dia berharap, nantinya Balikpapan bisa masuk indeks kerawanan dengan level ringan saja. Targetnya hampir tidak ada kejadian atau pelanggaran.
Dia menegaskan, hal yang rawan terutama soal daftar pemilih tetap (DPT) di daerah perbatasan. Misalnya wilayah di Balikpapan Timur yang berbatasan dengan Samboja, Kutai Kartanegara. “Kalau dia KTP Teritip Balikpapan, tapi tinggal di Ambarawang Kukar atau begitu sebaliknya,” ungkapnya.
Sementara untuk pelanggaran dalam bentuk politik uang, dia mengakui masih sering terjadi secara merata. Meski kenyataannya masih sulit untuk dibuktikan. “Kami berharap mereka lebih hati-hati dan profesional dari sisi penyelenggara,” tutupnya. (gel/ms/k18)