PROKAL.CO,
BAIK lockdown atau karantina wilayah untuk menangani pandemi Covid-19 bukanlah pilihan utama saat ini. Perlu pertimbangan yang matang dan kajian komprehensif. Jika tidak, efeknya akan lebih buruk bagi suatu wilayah. Bahkan untuk Indonesia, lockdown tak sesederhana dan disandingkan dengan negara lain.
“Indonesia negara besar. Wilayahnya luas dan berpulau-pulau. Tak bisa dibandingkan dengan negara seperti Malaysia atau Italia yang sudah lockdown duluan,” kata pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Nur Arifudin, kemarin (30/3).
Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memang bisa jadi payung hukum. Namun, keputusannya tetap di tangan pemerintah pusat. Daerah tak bisa serta-merta mengeluarkan kebijakan karantina wilayah secara mandiri. “Sudah jelas. Keputusan karantina wilayah ada di pemerintah pusat. Satu komando,” katanya.
Dia tak ingin pemerintah gegabah. Karantina wilayah tanpa kajian bisa memicu kepanikan yang lebih hebat. Mengingat salah satu instrumen dari karantina adalah kemampuan pemerintah menyediakan keperluan pokok untuk masyarakatnya. “Itu merupakan pertimbangan utama pelaksanaan karantina,” ujarnya.
Kata dia, penerapan social distancing hingga physical distancing cukup mampu mengurangi penyebaran Covid-19. Akan tetapi, perlu dukungan penuh masyarakat. Karena itu menambah kepedulian masyarakat lebih penting dilakukan. “Imbauan terus dilakukan. Untuk aturan yang mampu memaksimalkan social distancing di tengah masyarakat,” sebutnya.
Sementara itu, pengamat sosial dan hubungan internasional dari Unmul Sonny Sudiar menyebut, upaya yang dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah sudah cukup untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19. Bentuk upaya melindungi warga negaranya. “Tinggal masyarakatnya yang patuh,” ungkapnya.