Ekonomi Terdampak Corona, tapi Hanya Jangka Pendek

- Senin, 30 Maret 2020 | 15:05 WIB
Pasar mulai sepi, karena wabah Corona.
Pasar mulai sepi, karena wabah Corona.

SELAIN mencegah persebaran virus korona, lockdown atau karantina wilayah memiliki pengaruh di bidang ekonomi. Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan, jika lockdown diberlakukan di Jakarta, ada beberapa hal yang harus dipikirkan.

’’Kalau lockdown, kita menanggung beban yang makin berat. Yang paling kena dampak adalah kelas menengah ke bawah, terutama yang penghasilannya harian,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Jumat (27/3). Bhima memandang roda ekonomi tentu akan berhenti seketika. Karena itu, pemerintah harus mengantisipasi beberapa hal. Salah satu yang paling penting adalah ketersediaan pangan.

Dia mencontohkan kebijakan pemerintah India ketika memberlakukan lockdown. ’’India berani melakukan lockdown karena pemerintahnya mengalokasikan 3,5 kali lipat kebutuhan pangan mereka. Jadi, ada bantuan konkret dari pemerintah untuk memastikan stok pangan terjangkau,’’ tuturnya.

Menurut Bhima, jika benar pemerintah memberlakukan lockdown, kebijakan itu terbilang terlambat. Sebab, banyak pemda yang terlebih dahulu memberlakukan lockdown di wilayah masing-masing. ’’Kalaupun terpaksa lockdown, ya seharusnya dilakukan secara nasional. Karena kan pemda sudah melakukan sendiri dan kepala daerahnya sudah banyak yang kena (korona) juga,’’ jelasnya.

Analis pasar modal Hans Kwee menyatakan, banyak investor global yang menilai pemerintah Indonesia bertindak lambat dalam menangani Covid-19. Kebijakan work from home tidak efektif. Malah semakin membuat ketidakpastian ekonomi di tanah air. Tak ayal, banyak investor global yang mencabut modal dan aset mereka. ’’Kita melihat masyarakat bawah masih santai saja. Anggapan mereka tidak kerja, ya tidak makan. Dengan begitu, tidak dimungkiri persebaran Covid-19 masih akan terus terjadi,’’ ucap pria yang juga menjadi direktur Anugerah Mega Investama itu.

Hans menilai, pemerintah Indonesia harus bertindak tegas dengan melakukan lockdown per wilayah. Mengorbankan aktivitas ekonomi tidak berjalan setidaknya selama dua minggu. Selama itu pula, kebutuhan masyarakat sepenuhnya ditanggung. Harapannya, pemerintah lebih berfokus memutus rantai persebaran virus tersebut. ''Memang keputusan yang berat. Pemerintah tidak hanya memikirkan kesehatan, juga ekonomi dan sosial. Tapi, harus dikorbankan demi virusnya tertanggulangi. Jujur, saya mulai grogi rupiah melemah mendekati Rp 17 ribu,'' ujar Hans.

Dia juga menilai, sekuat apa pun BI melakukan intervensi, hasilnya akan sia-sia. Sebab, tidak ada yang bisa menghalangi siapa pun investor untuk keluar dari pasar Indonesia. ''Pemerintah harus berpikir, jika pasar menginginkan lockdown, kira-kira bisa atau tidak. Berapa biaya yang harus ditanggung, bagaimana logistiknya,'' bebernya. Hans mengingatkan, Indonesia tidak boleh sampai seperti Italia yang seluruh negaranya lockdown.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan, jika memutuskan lockdown, pemerintah harus mendasarkan pada data outbreak dan tingkat kematian yang valid. Artinya, perlu dipastikan bahwa tingkat kematian tinggi terhadap seluruh populasi warga DKI Jakarta. ''Karena kalau rasio kematian saat ini hanya mempertimbangkan pasien yang terpapar Covid-19, sepertinya kesimpulannya agak misleading. Pemerintah harus mendorong seluruh masyarakat melakukan tes Covid-19,'' beber Josua kepada Jawa Pos.

Seandainya wabah Covid-19 semakin buruk dan memaksa pemerintah melakukan lockdown menyeluruh, tentu dampaknya signifikan terhadap perekonomian dalam jangka pendek. Khususnya pada kuartal I 2020. Meski demikian, dengan lockdown, penanganan Covid-19 lebih cepat. Dampak negatif terhadap perekonomian juga tidak berkepanjangan.

Ketersediaan logistik untuk masyarakat perlu dipastikan. Setidaknya sampai masa lockdown selesai. Keputusan pemerintah menonaktifkan kegiatan di seluruh sektor memang sulit. ''Kalau outbreak di Indonesia cukup pesat dengan tingkat kematian yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain, menurut saya, keputusan lockdown perlu diambil,'' ucap pria yang juga menjabat vice president economist Bank Permata itu.

Namun, lanjut Josua, diperlukan pertimbangan lain untuk melakukan lockdown agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat. Selain data rasio kematian dan suspect, diperlukan pertimbangan efek psikologis dari keputusan lockdown tersebut. (dee/han/c19/oni)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X