Covid-19 Menghantam AS, Ahli Menilai Kematian Bisa Tembus 80 Ribu Orang dalam 4 Bulan

- Minggu, 29 Maret 2020 | 12:33 WIB
Boris dan kekasihnya.
Boris dan kekasihnya.

JIKA pasien Covid-19 terus mengalir dalam dua hari ke depan, semua rumah sakit di Paris tidak akan mampu lagi menampung. Di Strasbourg, dokter yang sudah tertular pun harus tetap bekerja akibat minimnya tenaga medis. Itu belum bicara Alsace, wilayah yang paling parah terdampak pandemi global itu. Di sana, seperti dilaporkan The Guardian, pasien berusia di atas 80 tahun bahkan sudah tidak lagi didukung ventilator atau alat bantu napas. Hanya diberi obat penenang dan obat tidur. Semacam perawatan paliatif.

’’Rumah sakit di Alsace terpaksa menggunakan perawatan triase. Artinya, beberapa pasien diprioritaskan karena terbatasnya jumlah ventilator,’’ ujar Brigitte Klinkert, presiden Departemen Haut-Rhin.

Prancis cuma secuil contoh betapa pandemi Covid-19 tidak menunjukkan tren menurun di Eropa. Tetangga mereka, Inggris, tidak lebih baik. Pemerintah setempat memutuskan untuk meliburkan sekolah mulai (27/3) hingga waktu yang belum bisa ditentukan.

Sebanyak 14.579 orang positif tertular dan 759 orang meninggal akibat Covid-19 di Inggris. Bahkan, Perdana Menteri Boris Johnson dan Menteri Kesehatan Matt Hancock masuk dalam daftar sudah positif tertular.

Mereka berdua mengalami gejala ringan sebelum akhirnya dites. Keduanya mengisolasi diri di rumah. Johnson menegaskan, dirinya akan tetap bekerja via video conference. ’’Kita akan mengalahkan virus ini bersama,’’ katanya.

Sebelumnya, Johnson terkesan meremehkan virus yang sudah merenggut puluhan ribu nyawa tersebut. Pada 3 Maret lalu, ketika memaparkan rencana penanganan Covid-19, mantan jurnalis The Daily Telegraph itu mengatakan bahwa dirinya tetap berjabat tangan. Juga ketika dia berkunjung ke Kettering General Hospital di Northamptonshire. Padahal, sehari sebelumnya ada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit tersebut.

’’Saya berjabat tangan dengan semua orang,’’ ujarnya seperti dikutip The Guardian.  Johnson merasa tidak perlu khawatir karena Inggris memiliki Sistem Kesehatan Nasional (NHS), sistem pengetesan dan pengamatan persebaran penyakit yang luar biasa.

’’Saya ingin menekankan kepada sebagian besar penduduk di negara ini, kita harus bekerja seperti biasanya,’’ terangnya. Kini bisa dipastikan tak ada lagi yang mau bersalaman dengan Johnson. Belum diketahui apakah Ratu Elizabeth II juga tertular. Sebab, dia bertemu dengan pria berambut pirang itu kali terakhir pada 11 Maret lalu.

Menyeberang Atlantik, Amerika Serikat (AS) malah sudah mengungguli Tiongkok. Angka penularan Covid-19 di sana kemarin (27/3) sudah mencapai 85.749 kasus.  AS kini menjadi negara dengan kasus penularan tertinggi di dunia. Ada 85.749 kasus. Disusul Tiongkok dengan 81.340 kasus dan Italia 80.589 kasus. ’’Peningkatan itu terjadi karena banyaknya tes yang kami lakukan,’’ ujar Presiden AS Donald Trump pada Kamis petang (26/3) waktu setempat.

Wakil Presiden AS Mike Pence mengungkapkan, uji Covid-19 sudah ada di 50 negara bagian. Saat ini lebih dari 552 ribu orang di berbagai penjuru AS sudah dites.  Meski kasus positif Covid-19 di AS meroket, angka kematiannya masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan Italia, Spanyol, dan Tiongkok. Penduduk tiga negara tersebut yang kehilangan nyawa akibat virus korona yang jadi penyebab penyakit Covid-19 berturut-turut berjumlah 8.215, 4.858, dan 3.292 orang.

Di AS, korban jiwa mencapai 1.304 orang. Meski begitu, AS tak bisa santai. Para peneliti memperkirakan bahwa kematian akibat Covid-19 di AS bisa mencapai 80 ribu orang dalam empat bulan kedepan.  Direktur Harvard Global Health Institute Dr Ashish Jha mengungkapkan, situasi 12–18 hari ke depan bakal tidak menentu. Jika pemerintah menangani dengan agresif dan melakukan pengetesan masal, situasi bisa segera membaik dan sebagian besar tempat bisa normal kembali.  ’’Tapi, itu jika kita siap dan kita sama sekali tidak siap sekarang,’’ ujarnya seperti dikutip CNN.

Sementara itu, Tiongkok yang tidak ingin mengalami penularan gelombang kedua langsung menutup pintunya untuk orang asing. Saat ini penularan lokal di Tiongkok hanya 1–2 orang. Beberapa kali bahkan nol. Kasus baru di negara tersebut berasal dari luar.

Kamis petang, pemerintah Tiongkok menegaskan bahwa mulai 28 Maret, mereka untuk sementara waktu tidak menerima kedatangan warga negara asing yang memegang visa dan izin tinggal. Tidak disebutkan dengan pasti hingga kapan kebijakan tersebut berlaku.

Sementara itu, lockdown membuat pasokan kebutuhan pangan terus menurun, sedangkan produksi berkurang. Karena itu, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc memutuskan untuk menghentikan sementara perjanjian eskpor beras baru hingga 28 Maret.  Mereka memilih menyetok berasnya untuk kebutuhan dalam negeri. Pada 15 Juni nanti, diperkirakan ada 190 ribu ton simpanan beras. Selama ini Vietnam merupakan pengekspor beras terbesar ketiga setelah India dan Thailand.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X