Beberapa Opsi Kajian KPU, Mundurkan Coblosan Akhir Tahun atau 2021

- Minggu, 29 Maret 2020 | 11:59 WIB

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus mematangkan opsi-opsi yang akan diambil terkait kelanjutan Pilkada 2020. Opsi tersebut digodok dengan menyesuaikan perkembangan penanganan wabah Covid-19 di berbagai wilayah.

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, opsi pertama adalah menarik pelaksanaan coblosan ke akhir tahun 2020. Opsi itu bisa saja diambil dengan asumsi penanganan Covid-19 bisa dituntaskan sesuai masa tanggap darurat yang ditetapkan sampai 29 Mei 2020.

"Bisa kita tarik sampai akhir tahun, dengan asumsi tahapan dimulai lagi awal juni," ujarnya saat dikonfirmasi  (27/3). Namun jika masa tanggap darurat membutuhkan waktu lebih, maka pelaksanaan coblosan bisa dimundurkan hingga tahun depan. Sebab, dalam situasi itu, tahapan yang tertunda belum bisa dimulai Juni nanti. "Jadi opsi-opsi itu ada banyak. Karena ditentukan oleh banyak faktor," imbuhnya.

Lantas, apakah opsi menggelar coblosan pada tanggal 23 September dengan memadatkan tahapan sudah hampir tertutup? Mantan Ketua Bawaslu Banten itu membantahnya. Hingga kemarin, belum ada keputusan pasti.

"Kan belum selesai simulasinya. Nanti kita bisa melihat, bisa atau tidaknya," tuturnya. Rencananya, lanjut Pram, KPU akan menggelar rapat lanjutan untuk memutuskan opsi mana yang paling bisa dilaksanakan.

Jika nantinya internal KPU memutuskan untuk memundurkan jadwal pemungutan suara, maka akan merekomendasikan revisi terbatas UU Pilkada atau penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU). "Usulan diserahkan setelah pleno. Mudah-mudahan minggu depan sudah bisa kita serahkan," terangnya.

Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar mengatakan, dari sejumlah opsi yang dikaji, pihaknya condong ke memundurkan ke tahun depan. Dia menilai, opsi tersebut lebih berkepastian. Pasalnya, tidak ada jaminan wabah selesai mei dan tahapan bisa dilanjutkan Juni. "Ada jaminan corona sudah selesai? Kepastian hukum tidak terjadi," ujarnya.

Sementara jika dimundurkan tahun depan, dia menilai kondisinya relatif lebih siap. Situasi di lapangan juga lebih steril. "Keselamatan warga negara baik sebagai penyelenggara, tim kampanye, peserta dan para pemilih itu adalah yang paling penting," imbuhnya.

Pengajar hukum tata negara di STH Indonesia Jentera itu menambahkan, pemunduran satu tahun juga belajar dari apa yang dilakukan negara lain. Hingga saat ini, kata Fritz, ada 23 negara yang mengambil kebijakan penundaan. Dan rata-rata mengambil jarak satu tahun. (far)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB

Komedian Babe Cabita Meninggal Dunia

Selasa, 9 April 2024 | 09:57 WIB
X