JAKARTA- Upaya menjaga daya beli masyarakat dalam negeri terus digenjot sebagai dampak pandemic Covid-19. Sayangnya, langkah cepat ini tidak linier dengan penanaganan para TKI di luar negeri yang terimbas lockdown di negara bekerja.
Seperti yang dialami TKI di wilayah Kampung Sungai Ramal Dalam, Kajang, Selangor. Sekitar 500 orang TKI di sana mengalami masa darurat karena kekurangan bahan makanan. Salah satunya, Arief Rizqi Hidayat, 28. TKI asal Probolinggo, Jawa Timur ini mengaku sudah kehabisan bahan makanan dan uang sejak hari kelima kebijakan lockdown di negeri Jiran tersebut.
Dia bercerita, bahwa kondisi ini tidak pernah masuk perhitungan para TKI di sana. Sehingga, seperti biasa, setelah menerima gaji tiap tanggal 9-10 maka sebagian uang bakal langsung ditransfer pada keluarga di tanah air. ”Paling nyisahin RM 200-300, yang nyewa rumah sekitar RM 500,” ujarnya.
Siapa sangka, tiba-tiba ada kebihakan lockdown atau perintah kawalan pergerakan (PKP). Yang mana, kebijakan ini disertai dengan adanya pembatasan pergerakan. Kodisi ini pun memaksa seluruh sektor pekerjaan ditutup, kecuali sektor bahan pokok. ”Sementara di kawasan saya kebanyakan sektor konstruksi bangunan, nah kena imbas ditutup,” ungkapnya.
Kabar buruknya, lockdown kemungkinan diperpanjang hingga 14 April 2020 karena kondisi Covid-19 di sana yang tak kunjung membaik. Arief kian khawatir dengan keberlangsungan hidup mereka di sana. Sementara, hingga kini belum ada bantuan yang masuk baik dari KBRI maupun organisasi swasta.
”Kami tak ada kerjaan. Ruang gerak dibatasi juga, sangat terbatas karena wilayah ini zona merah. Kami bingung harus seperti apa,” keluhnya.
Hal sama turut dirasakan Turhan Badri, pekerja migran yang tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia. Dia mengatakan, dirinya dan pekerja lainnya mulai kesulitan bahan makanan. "Kami tidak bisa kemana-mana," terang dia saat dihubungi Jawa Pos.
Penjagaan ketat dilalukan Polisi Malaysia di berbagai sudut kota. Jika ada yang nekat keluar tanpa tujuan, mereka akan ditangkap polisi. Aturannya sangat jika ada yang ingin keluar.
Selain kehabisan bahan makanan, para pekerja juga tidak mempunyai uang, karena mereka tidak bisa bekerja. Turhan sendiri baru kembali ke Malaysia pada 3 Maret. Setelah itu pada 18 Maret diberlakukan lock down. "Tiba-tiba tidak boleh keluar," katanya. Para pekerja pun tidak ada persiapan.
Untuk menyambung hidup, mereka mengandalkan bantuan. Pekerja yang mempunyai cukup uang kadang keluar membeli bahan makanan, kemudian dibagikan ke pekerja lainnya. Selain itu, pihaknya juga mendapatkan bantuan paket sembako dari Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia.
Sampai sekarang, kata dia, belum ada tindakan dari Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia. Ada beberapa pekerja yang mendapatkan bantuan dari pegawai kedutaan. "Bantuan secara pribadi, bukan dari kedutaan," papar pria asal Desa Payaman, Solokuro, Lamongan itu.
Turhan mengatakan, bahan makanan yang dia punya hanya cukup untuk sekitar tiga hari ke depan. Padahal, lock down diperpanjang sampai 14 April. Menurut dia, para pekerja sudah menyampaikan persoalan yang dihadapi kepada anggota DPR RI dari Fraksi PAN, yaitu Zainudin Maliki dan Saleh Partaonan Daulay. "Kami harap segera ada solusi," katanya.
Saleh membenarkan bahwa dirinya banyak mendapat pengaduan dari pekerja di Malaysia. Menurut dia, persoalan itu tidak bisa dikesampingkan. "Kementerian Ketenagakerjaan harus segera merumuskan langkah dalam memberikan bantuan kepada mereka," tegas dia.
Bantuan perlu diberikan mengingat para pekerja di Malaysia banyak yang bekerja di sektor informal seperti buruh bangunan, buruh pabrik, restoran, cleaning service, dan lain-lain. Mereka yang bekerja di sektor informal ini rata-rata menerima gaji harian atau mingguan. Dengan kondisi lockdown seperti ini, dipastikan mereka tidak bisa bekerja, terutama mereka yang tidak memiliki kontrak kerja.